Buat pengunjung yang semangat ya.. membacanya..? walau agak sedikit panjang artikelnya. karena setelah menyimak semuanya, mudah-mudahan kita menjadi tambah pandai, mengerti dan berwawasan tinggi diantara lain yg belum berkunjung blog di Cahaya Menuju Surga ini, kalo dirasa artikel2 ini bermanfaat berbagilah dgn yg lain. karena kita2 ini termasuk kalifah2 dimuka bumi untuk menyampaikan kebenaran, perdamaian dan keadilan menurut aqidah, syariat , hadits2, firman2 yang terkandung di dalam kitab suci Al'quran dan sunah2 rasulluloh. Insya Allah... kita akan menjadi diantara kekasih2 Allah Swt. Amin.. ya rabb.
Apa Obat Bagi Orang Yang Terkena Sihir Atau Kerasukan Jin?
Jawab: Dari pembahasan yang telah lewat kita pahami bahwa orang yang terkena sihir atau kerasukan jin diobati dengan dibacakan Al-Qur’an, diruqyah secara syar’i dan dia diseru untuk kembali dan mendekatkan diri kepada Allah subhanahu wata’ala. Dan bukan dibawa kepada tukang sihir atau dukun (paranormal), karena ini tempat yang salah.
Pengertian Ruqyah Syar’iyah
Dari judul pembahasan ini bisa kita pahami bahwa di antara ruqyah itu ada yang benar secara syar’i dan juga ada yang salah. Disebut salah entah karena dia sebenarnya bukan ruqyah bahkan semacam jampi-jampi syaithan, namun dipoles jadi seperti ruqyah (maka inilah yang disebut dengan ruqyah syirkiyah). Atau memang dia itu ruqyah namun tidak sesuai dengan petunjuk syari’at (maka inilah yang disebut dengan ruqyah bid’iyah).
Maka ruqyah syar’iyah adalah meminta perlindungan melalui ayat-ayat Al-Qur’an, dzikir-dzikir dan doa-doa yang dituntunkan oleh Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam. Dan agar ruqyah itu dikategorikan ruqyah syar’iyah maka harus memenuhi persyaratannya.
Syarat-syarat Ruqyah Syar’iyah
Para ulama menyebutkan syarat-syarat agar ruqyah itu dikatakan syar’iyah, sehingga terbedakan dari ruqyah syirkiyah ataupun ruqyah bid’iyah.
Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata dalam “Fath Al-Bary” (10/240): “Para ulama telah sepakat akan bolehnya ruqyah syar’iyah harus memenuhi tiga persyaratan:
Pertama: Dengan menggunakan firman Allah subhanahu wata’ala atau nama-nama-Nya atau sifat-sifat-Nya.
Kedua: Dengan bahasa arab atau dengan lainnya yang bisa dipahami maknanya.
Ketiga: Dengan keyakinan bahwa ruqyah itu tidak bisa memberikan pengaruh dengan sendirinya, namun harus diyakini bahwa yang menjadikannya berpengaruh adalah Allah subhanahu wata’ala.
Dan yang semakna dengan ini adalah apa yang disebutkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah sebagaimana dalam “Majmu’ Al-Fatawa” (24/277-278).
Jika dalam ruqyah itu ada kalimat yang diharamkan, seperti kalimat yang mengandung kesyirikan, atau maknanya tidak bisa dipahami, atau terkandung kekufuran padanya. Maka tidak boleh hal ini dilakukan meskipun yang nampak jin yang merasuki itu terenyahkan. Karena secara kaidah: Setiap yang Allah subhanahu wata’ala haramkan itu kerusakannya lebih besar daripada manfaatnya.
Maka hendaknya para peruqyah untuk berhati-hati dan menghindar dari ruqyah yang tidak syar’i, demikian pula orang yang meminta diruqyah harus hati-hati dan menghindar dari menerima ruqyah yang tidak syar’i, seperti ruqyahnya paranormal, para dajjal, ahlul bid’ah dan orang-orang yang sesat.
Kepada Siapa Kita Meminta Untuk di Ruqyah ?
Jawab: Kepada orang-orang yang berpegang teguh dengan agamanya, shalih dan memiliki ilmu tentang syari’at ini. Dan kita tidak dibolehkan meminta ruqyah dari paranormal (dukun santet dan tukang sihir), para dajjal, ahlul bid’ah (yaitu muslim yang ibadahnya sebagian tidak sesuai sunnah/ syariat yang benar, red) dan orang-orang sesat (yaitu orang yang mengaku muslim namun banyak mengamalkan ajaran-ajaran sesat yang tidak pernah diajarkan nabi bahkan mereka mengingkari sebagian ajaran nabi dan Al Qur’an, red). Karena dikhawatirkan mereka tidak mendatangkan ruqyah syariyah akan tetapi justru mendatangkan ruqyah syirkiyah atau bid’iyah. Hal ini bisa kita pahami dari pembahasan bab sebelumnya.
Sebagaimana hal ini dilakukan oleh sebagian penduduk arab, ketika Abu Sa’id Al-Khudry radhiyallahu anhu dan para shahabat lewat di tempat tersebut, mereka bertanya kepada para shahabat apakah ada peruqyah di antara mereka. Tentunya para shahabat adalah orang yang dikenal keilmuan dan keshalihannya. Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Bukhary no. 2276 dan Muslim no. 5697.
Kaidah Penting: Obat-obat Kedokteran Tidak Bermanfaat Bagi Orang Kerasukan
Ibnul Qayyim berkata dalam “Zaad Al-Ma’ad” (4/66): “Kerasukan atau sawan ada dua: Kerasukan akibat roh-roh yang jelek dan kerasukan atau sawan akibat percampuran yang jelek. Adapun jenis kedua adalah perkara yang para dokter membahas sebab dan obatnya. Adapun kerasukan roh (atau jin), maka pakar dan ahli mereka mengakui keberadaan hal tersebut namun tidak bisa menyembuhkannya.”
Al’Allamah Ibnu Al-’Utsaimin berkata sebagaimana dalam “Majmu’ Al-Fatawa” (1/299) setelah menukilkan ucapan Ibnul Qayyim di atas: “Adapun penyembuhan kerasukan jin, maka para pakar kedokteran mengakui bahwa obat-obat kedokteran tidak memberi manfaat padanya. Obatnya adalah dengan doa, bacaan Al-Qur’an dan wejangan.”
Kaidah Penting: Pengobatan Cara Nabi (Tibbun Nabawy) Tidak Cocok Kecuali Pada Badan Yang Baik.
Ibnul Qayyim berkata dalam “Zaad Al-Ma’ad” (4/36): “Tibbun Nabawy itu tidaklah cocok kecuali pada badan yang baik.”
Maka hendaknya badan ini disiapkan untuk percaya penuh kepada Allah subhanahu wata’ala bersandar penuh pada-Nya dan menerima penuh apa yang dikabarkan shalallahu ‘alaihi wassalam agar tibbun nabawy itu bisa bermanfaat pada badan.
Kaidah Penting: Al-Qur’an Dan As-Sunnah Jika Diterima Oleh Orang Yang Kerasukan Dengan Penuh Keimanan Dan Ketundukan Maka Dia Akan Mendapatkan Kesembuhan Biidznillah (dengan izin Allah).
Dalil yang menunjukkan akan hal ini di antaranya firman Allah subhanahu wata’ala
“Dan Kami menurunkan Al-Qur’an itu sesuatu yang menjadi obat dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (Al-Isra’: 82)
Dan Allah subhanahu wata’ala berfirman,
“Wahai sekalian manusia, telah datang wejangan dari Rabb kalian, dan obat bagi apa yang ada dalam dada kalian, dan juga petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (Yunus: 57)
Maka hendaknya orang yang meruqyah mengingatkan orang yang kerasukan jin untuk banyak berdzikir kepada Allah subhanahu wata’ala, percaya penuh dan bersandar penuh kepada-Nya, mendekatkan diri kepada-Nya, mengagungkan dan tunduk kepada-Nya. Karena ini merupakan sebab terbesar bagi orang yang kerasukan untuk mendapatkan kesembuhan.
Kapan Orang Yang Meruqyah Memberikan Madu Pada Yang Kerasukan?
Jawab: Madu memang obat yang bermanfaat, sebagaimana Allah subhanahu wata’ala jelaskan pada surat An-Nahl ayat 68-69:
“… Keluar dari perutnya (lebah) minuman yang berbeda warnanya, padanya terkandung obat bagi manusia.”.
Dan As-Sunnah juga menganjurkan untuk berobat dengan madu. Akan tetapi orang yang kerasukan tidaklah kesembuhannya itu terdapat pada madu, bahkan kebanyakan mereka tidaklah butuh akan madu. Dan sebagian orang beranggapan bahwa kalau orang itu tersihir melalui minuman maka obatnya minuman yang dicampur dengan madu, dan apa dalil anggapan ini?
Intinya: saran orang yang meruqyah kepada orang yang kesurupan untuk minum madu itu timbul dari kebodohan orang yang meruqyah. Atau karena orang itu memang pedagang madu, dia menyarankan itu demi melariskan madunya.
Kapan Habbatus Suada’ (Jinten Hitam) Dan Minyaknya Digunakan Untuk Mengobati Orang Kerasukan?
Jawab: Habbatus Sauda’ memang merupakan obat yang mujarab. Adapun dalam hal sihir dan kerasukan, maka orang yang terkena sihir atau kerasukan jin tidaklah terlalu membutuhkan berobat dengan sedikitpun darinya. Karena yang dia butuhkan adalah pengobatan dengan ruqyah dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah serta mendekatkan diri kepada Allah subhanahu wata’ala. Dan cukuplah hal ini akan mendatangkan manfaat baginya dalam agamanya dan dunianya. Sesungguhnya penggunaan habbatus sauda’ atau minyaknya sebagai bentuk pengobatan umum maka tidak mengapa, akan tetapi salah kalau habbatus sauda’ dijadikan obat terpenting bagi orang kena sihir dan kerasukan.
Kapan Minyak Zaitun Digunakan Untuk Mengobati Orang Yang Terkena Sihir Atau Kerasukan?
Jawab: Minyak Zaitun itu adalah minyak yang keluar dari tanaman yang berbarakah, hal ini sebagaimana disebutkan dalam surat Al-Mukminun: 20, dan juga dalam hadits Ibnu ‘Abbas radhiyallahu anhu. Dan minyak ini digunakan dalam momen masak-memasak dan juga mengolesi bagian tubuh yang dibutuhkan.
Ketika minyak ini bisa digunakan untuk mengolesi bagian tubuh yang dibutuhkan maka, boleh baginya menggunakan minyak ini pada orang yang tersihir dan kerasukan pada kesempatan sebagai berikut:
Pertama: Jika orang yang kerasukan ini dibikin oleh syaithan mendapatkan gangguan pada anggota tubuhnya. Maka diolesi anggota tubuhnya untuk melunakkannya dan membasahinya.
Kedua: Jika jin itu berada pada anggota tubuh seperti punggung, paha, tangan dan anggota tubuh yang lain, maka diolesi dengan minyak itu pada waktu sore.
Adapun jika jin itu menyakiti orang yang kerasukan pada akalnya, terkadang jin itu merasukinya dan terkadang mendorongnya untuk menimbulkan fitnah dan kerusakan, maka tidak butuh kepada minyak zaitun. Dan tidak benar orang yang meruqyah menyarankan untuk menggunakan minyak zaitun pada keadaan ini.
Apakah Boleh Menggantungkan Sebagian Ayat Al-Qur’an Untuk Menolak Sihir, Kerasukan Dan ‘Ain?
Jawab: Tidak boleh menggantungkan sebagian ayat Al-Qur’an ataupun hadits pada suatu makhlukpun, yang besar atau yang kecil, manusia ataupun binatang, pembaca ataupun pembaca. Pengharaman ini berdasarkan hal-hal berikut:
Pertama: Al-Qur’an diturunkan untuk dibaca, direnungkan kemudian diamalkan. Sebagaimana dalam ayat,
“Suatu Kitab yang Kami turunkan kepadamu, yang berbarakah agar mereka merenungkan ayat-ayat-Nya.” (Shaad: 29)
Kalau digantungkan maka akan menyelisihi hkmah dan tujuan diturunkannya Al-Qur’an.
Kedua: Penggantungan itu tidaklah dilakukan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam. Padahal beliau selama dua puluh tiga tahun meruqyah para shahabat dengan berbagai macam bentuk ruqyah dan tidak terjadi yang namanya penggantungan ayat, tidak pula beliau menyarankan untuk melakukan hal itu. Adapun hadits yang menunjukkan bahwa sebagian shahabat melakukan hal itu maka haditsnya lemah (dha’if).
Ketiga: Para shahabat sepeninggal Rasul juga tidak melakukan hal ini. Bahkan mereka membenci melakukan hal ini dengan ayat Al-Qur’an ataupun selainnya.
Keempat: Penggantungan ayat Al-Qur’an ini akan menyebabkan penghinaan terhadap firman dan ayat Allah subhanahu wata’ala dari beberapa sisi:
•Dia akan menindihnya jika tidur dan berguling di atasnya.
•Masuk kamar mandi dan ayat itu tergantung pada tubuhnya.
•Ketika suami menggauli istrinya seringnya ayat itu masih tergantung.
•Terkadang peletakan ayat itu pada ketiak, pusar, paha dan lainnya yang merupakan tempat yang tidak layak.
•Akan terkena kotoran badan dan keringat, sebagaimana ini sudah terbuktikan.
Apakah Boleh Menulis Sebagian Ayat Pada Orang Yang Sakit?
Jawab: Sebagian orang menuliskan ayat Al-Qur’an pada tubuh orang yang sakit, entah pada pahanya, atau pada pusarnya atau pada tempat yang lain. Mereka menyangka bahwa ini boleh, dan sungguh jauh persangkaan itu. Karena mereka yang menyangka boleh itu tidak punya landasan, tidak dari Al-Qur’an, tidak dari hadits, tidak pula dari para shahabat dan ulama salaf. Adapun yang diriwayatkan dari Al-Marway bahwa Ja’far Ash-Shadiq menulis baginya beberapa ayat Al-Qur’an ketika dia sakit panas maka itu tidaklah benar. Riwayat ini lemah, karena dalam sanadnya ada ‘Amr bin Majma’ As-Sukuny didha’ifkan oleh Ad-Daruqutny, Ar-Razy dan Ibnu Syahin. Lihat “Lisan Al-Mizan” (4/433).
Apakah Boleh Melebur Ayat Al-Qur’an Dalam Air Untuk Diminum?
Jawab: Di sana ada orang yang melebur ayat Al-Qur’an dalam air yang digunakan untuk mengobati orang yang terkena sihir dan kerasukan. Orang memberikannya sebagai bentuk pengobatan dengan Al-Qur’an.
Perbuatan ini tidaklah sesuai dengan petunjuk Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam dan tidak pula amalan ulama terdahulu. Pelaku hal ini tidaklah memiliki sandaran yang benar. Dan kejelekan perbuatan ini hampir sama dengan kejelekan menggantungkan ayat Al-Qur’an. Silahkan dirujuk kembali pembahasan yang lewat.
Membacakan Ruqyah Pada Air Zam-zam
Tidak tersembunyi bagi seorang muslim barakah yang terkandung pada air Zam-zam. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda,
“Sebaik-baik air di muka bumi adalah air Zam-zam.”
Diriwayatkan oleh Ath-Thabrany no. 11168 dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu anhu dan disebutkan oleh Al-Albany pada Ash-Shahihah no. 1056.
Diriwayatkan oleh Muslim no. 1922 dari Abu Dzar radhiyallahu anhu bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda terkait air Zam-zam,
“Sesungguhnya ia air yang berbarakah dan dia makanan yang mengenyangkan dan obat dari penyakit.”
Dan dalam hadits Jabir radhiyallahu anhu diriwayatkan oleh Ahmad (3/357) dan selainnya dishahihkan oleh Al-Hafizh,
“Air Zam-zam adalah untuk sesuatu yang ia diminum karenanya.”
Para ulama memahami dari keumuman lafazh hadits ini bahwa siapa yang meminum air Zam-zam untuk menyembuhkan penyakitnya maka diharapkan akan terkabulkan dan tersembuhkan, siapa yang meminumnya agar fasih dalam bicara maka diharapkan akan mendapat kefasihan, siapa yang meminumnya agar mudah menghafal Al-Qur’an maka diharapkan akan jadi mudah menghafal Al-Qur’an. Dan semua ini atas izin Allah subhanahu wata’ala. Hadits tersebut mengisyaratkan adanya manfaat yang umum pada air Zam-zam, manfaat secara agamis atau manfaat duniawi.
Adapun meminum air ini dengan tujuan mencari kesembuhan dari gangguan rasukan, sihir dan ‘ain. Para ulama zaman ini berbeda pendapat tentang membacakan ruqyah pada air Zam-zam. Diantara mereka ada yang membolehkan, seperti Al-‘Allamah Ibnu Baz. Dan diantara mereka ada yang tidak membolehkannya, seperti Al-‘Allamah Al-Albany, dengan alasan air Zam-zam itu sendirinya sudah merupakan obat.
Adapun menurut saya, tidak ada larangan secara syar’i terkait membacakan ruqyah pada air Zam-zam. Dan dengan itu terkumpullah dua sebab dari sebab-sebab kesembuhan. Sebab yang kasat mata yaitu air Zam-zam dan sebab maknawi yaitu ruqyah. Hal ini berdalilkan dengan kebanyakan ruqyah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam terkumpul padanya dua sebab, yang kasat mata dan yang maknawi. Seperti mengumpulkan antara ruqyah dengan debu dan tiupan, doa dengan air, tiupan dengan doa. Dan membacakan ruqyah pada sesuatu itu tidak berarti tidak adanya obat dan barakah padanya.
Apa yang dijadikan alasan oleh Al-Albany akan tidak bolehnya membacakan ruqyah pada air Zam-zam bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam tidak melakukannya.
Maka saya mengatakan: Tidaknya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam melakukan belum tentu hal itu tidak boleh, karena beralasan dengan bolehnya melakukan itu benar adanya, berdalilkan dengan amalan beliau yang kita sebutkan barusan.
Apakah Boleh Mandi Dengan Air Yang Dilebur Padanya Ayat-ayat Al-Qur’an?
Jawab: Telah kita pahami bahwa boleh minum air yang dibacakan ruqyah padanya. Kalau begitu lebih boleh lagi kalau air yang dibacakan ruqyah itu untuk mandi.
Adapun melebur sebagian ayat Al-Qur’an pada air, maka hal ini tidak ada syari’atnya, dimana hal itu tidak ada dalam kitabullah, tidak pula dalam sunnah, tidak pula dalam atsar yang shahih dari ulama salaf.
Adapun mandi atau minum dengan air yang dilebur padanya ayat Al-Qur’an, maka hal ini tidaklah dilakukan oleh ulama salaf terdahulu, dan ini bukanlah jalan yang benar dalam berobat. Melebur ayat ini secara asal sudah salah, maka mandi dengannya pun sama hukumnya.
Apakah Boleh Membacakan Ruqyah Pada Air Dan Minuman Selain Air?
Jawab: Ya, hal itu boleh berdasarkan beberapa dalil. Misal hadits ‘Aisyah radhiyallahu anha yang diriwayatkan oleh Abu Dawud no. 1017, hadits ini dikuatkan dengan hadits-hadits pendukung, bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam mengunjungi Tsabit bin Qais yang sedang sakit maka beliau berdoa,
“Hilangkanlah penyakitnya wahai Rabb sekalian manusia.”
Kemudian beliau mengambil tanah dari Bathhan (suatu lembah di Madinah), beliau meletakkannya pada suatu wadah kemudian beliau meniup padanya kemudian mengusapkannya padanya (Tsabit).
Suatu perkara yang telah diketahui bahwa orang yang sakit bisa mengambil manfaat dari air yang dibacakan ruqyah, dan pengaruhnya juga perkara yang bisa dirasakan. Karena pada air itu ada kekhususan, jika ditambah dengan dibacakan ruqyah maka akan ada dua manfaat. Yang terasa dan yang maknawi.
Maka membacakan ruqyah pada air itu perkara yang diperbolehkan.
Demikian juga diperbolehkan membacakan ruqyah pada minuman yang bisa dimanfaatkan secara kesehatan, seperti madu, minyak habbatus sauda’, minyak zaitun dan lain-lain. Dengan catatan tidak melebar-lebarkan masalah, lalu menganggap semua minuman boleh dibacakan ruqyah. Maka harus diperhatikan batasannya yaitu yang bisa dimanfaatkan secara ilmu kesehatan.
Apakah Boleh Menggunakan Air Yang Dibacakan Ruqyah Di Kamar Mandi Bagi Penderita?
Jawab: Penggunaan air yang dibacakan ruqyah di kamar mandi bagi orang yang tersihir atau kerasukan atau terkena ‘ain itu boleh. Karena air yang dibacakan ruqyah ini tidak ada padanya Al-Qur’an. Yang dikaitkan dengan air adalah tiupan dan sedikit ludah semata. Adapun ayat yang dibaca hanyalah sebagai bentuk panjatan doa dan pujian kepada Allah subhanahu wata’ala dan bentuk kembali kepada-Nya. Maka tidaka ada Al-Qur’an dalam air, tidak lafazhnya dan tidak pula maknanya. Jadi mandi dengannya di kamar mandi boleh karena memang tidak ada unsur perendahan terhadap Al-Qur’an.
Apakah Penggunaan Air Bunga Mawar Bagi Orang Yang Kerasukan Dan Terkena Sihir Itu Disyari’atkan?
Jawab: Aku tidak mengetahui apa keutamaan air bunga mawar ini, namun aku nasehatkan bagi para peruqyah untuk tidak mengarahkan penderita untuk menggunakan air bunga mawar. Bagi saya air biasa itu lebih baik dari air bunga mawar.
Peringatan: Tukang sihir banyak menuliskan mantra-mantra mereka dengan air za’faran dan air bunga mawar, maka siapa yang menggunakan air bunga mawar maka terjatuh pada tasyabuh dengan mereka para tukang tenung dan sihir.
Apakah Bagi Peruqyah Untuk Menggunakan Garam?
Jawab: Diperbolehkan bagi peruqyah menggunakan garam pada air yang dibacakan ruqyah padanya, karena diketahui hala itu bermanfaat biidznillah. Dalil yang menunjukkan bolehnya hal tersebut adalah hadits Ali radhiyallahu anhu yang diriwayatkan oleh Ath-Thabrany no. 5890 sanadnya shahih,
Seekor kalajengking menyengat Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam saat beliau shalat, ketika selesai shalat beliau bersabda,
“Semoga Allah melaknat kalajengking, dia tidak meninggalkan orang yang shalat atau selainnya, kemudian beliau meminta garam dan air, lalu beliau mengusap di atasnya dan membacakan ruqyah…”
Maka penggunaan garam pada kondisi dan cara seperti ini dan yang semisal adalah boleh.
Adapun penggunaan garam dengan caranya para tukang sihir dan dukun maka tidak boleh, karena itu bentuk kesyirikan. Seperti penggunaan garam untuk mengusir jin, menolak ‘ain, atau saat keluarnya pengantin wanita dari rumahnya sampai ke rumah suaminya, atau digunakan pada anak bayi yang baru lahir dan wanita nifas.
Dan harus diketahui bahwa yang mampu mengusir jin itu hanyalah Allah subhanahu wata’ala, sebagaimana dalam firman-Nya,
“Dan jika engkau membaca Al-Qur’an, Kami jadikan antara engkau dan antara orang yang tidak beriman dengan hari akhir sebuah tirai yang menutupi.” (Al-Isra’: 45)
Yang mendorong orang berkata bahwa garam itu untuk mengusir jin adalah sandaran mereka terhadap berita yang masyhur yaitu bahwa jin itu tidak memakan makanan bergaram. Maka dari sini mereka memahami bencinya jin terhadap garam. Dan ini adalah kesimpulan yang bathil dan salah, karena permusuhan jin itu nyata terbukti bedasarkan fitrah dan ayat, dan hanya Allah Allah subhanahu wata’ala yang mampu mengusirnya, melalui sebab memperbanyak dzikir dan doa.
Apakah Perbuatan Peruqyah Menajamkan Pandangannya Ke Mata Orang Yang Kerasukan Atau Tersihir Sesuatu Yang Disyari’atkan?
Jawab: Menajamkan mata peruqyah kepada mata yang diruqyah itu mencapekkan peruqyah dan yang diruqyah, dan tidak ada manfaatnya, dan tidak ada dalil yang menunjukkan hal itu disyari’atkan. Hal itu adalah perkara bid’ah yang dilakukan sebagian peruqyah pada zaman kita ini. Bahkan sebagian peruqyah menjadikan hal ini sebagai perantara untuk memandang mata para pasien wanita. Dan tidak diragukan lagi bahwa hal ini haram.
Dan ini adalah penguluran bahaya yang diberikan syaithan, dan sebagian peruqyah sangat jahat dan menekan untuk bisa memandang pasien wanita.
Apakah Boleh Meletakkan Mushaf Al-Qur’an Di Bawah Kepala Penderita Kerasukan Ketika Tidur Untuk Mengusir Syaithan?
Jawab: Hal ini tidak boleh. Karena hal ini bertentangan dengan perintah mengagungkan dan mensucikan Al-Qur’an. Allah subhanahu wata’ala berfirman,
“Pada lembaran-lembaran yang terhormat, terangkat dan tersucikan.” (‘Abasa: 13-14)
Maka peletakkan di bawah kepala tidaklah merupakan pemuliaan dan tidak pula mengangkat.
Dan juga, jin itu tidaklah terusir dengan sekedar meletakkan mushaf pada rumah atau kantong atau di bawah kepala, akan tetapi jin itu terusir dengan kita mengamalkan Al-Qur’an, membacanya dan mentadaburinya. Lalu kita mendakwhkan Al-Qur’an tersebut.
Apakah Boleh Membacakan Ayat ke 148 dari Surat Al-Baqarah Kepada Orang Kerasukan?
Jawab: Boleh untuk membacakan ayat ini (Al Baqarah 148 artinya :)
“Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap
kepadanya. Maka berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat).
Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
kepada orang yang kerasukan, karena terkadang jin itu bersembunyi pada anggota tubuh si penderita. Dan dia tidak ingin menampakkan diri. Maka ayat ini dibaca untuk menghinakan jin tersebut biidznillah. Maka dia nampak pada lisan si penderita atau menyamarkan diri padanya.
Apakah Boleh Membakar Jin Dengan Api?
Jawab: Suatu yang diketahui bahwa Allah subhanahu wata’ala mengirim panah api untuk syaithan. Allah subhanahu wata’ala berfirman, “Kecuali jin yang mencuri pembicaraan maka dia dikejar panah api yang menyala.” (Ash-Shaaffaat: 10)
Maka Allah subhanahu wata’ala mengadzab jin dengan panah api, dan telah datang hadits yang menerangkan bahwa tidak dipernolehkan mengadzab dengan api kecuali Pencipta api. Sebagaimana dalam hadits Abu Hurairah radhiyalahu anhu yang diriwayatkan oleh Al-Bukhary no. 3016, bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda,
“Dan sesungguhnya api itu, tidaklah mengadzab dengannya kecuali Allah.”
Dan dari sini maka tidak boleh bagi peruqyah untuk membakar syaithan dengan api, entah pembakaran itu dengan melalui listrik atau selainnya. Dan yang menguatkan alasan pelarangan ini adalah bahwa jin terkadang cepat bersembunyi pergi, sehingga pembakaran itu malah mengenai si penderita, dan justru menyebabkan adanya penyakit yang lain seperti lumpuh dan lain-lain.
Adapun menggunakan alat penyetrum lalat maka itu boleh karena tidak terdapat padanya api yang membakar.
Apa Yang Boleh Dan Apa Yang Tidak Boleh Terkait Dengan Membakar Jin Dengan Ruqyah?
Jawab: Di sana ada dua cara yang biasa digunakan peruqyah untuk membakar jin:
Pertama: Cara yang disyari’atkan yaitu memperbanyak bacaan Al-qur’an kepada si penderita. Dan mengulang-ulang ayat yang bisa menghantam jin seperti ayat-ayat yang berbicara tentang sihir, ayat adzab di akhirat. Maka ayat-ayat ini dan semisalnya menghantam jin lebih dahsyat dari tebasan pedang pada leher, namun sesuai dengan kadar keikhlasan si pembaca dan kekuatan imannya, dan sesuai dengan konsentrasi si penderita mendengarkan ayat-ayat tersebut dan sejauh mana dia menghadap Allah subhanahu wata’ala.
Kalau saja bacaan “bismillah” itu membuat syaithan menjadi kecil seperti lalat, sebagaimana dalam hadits Abu Malih radhiyalahu anhu
“Akan tetapi katakan “bismillah”, sesungguhnya jika engkau ucapkan itu syaithan menjadi kecil sampai seperti lalat”,
Lalu bagaimana jika dibacakan ayat dan surat-surat?!
Kedua: Cara yang bid’ah yaitu yang hakekatnya adalah mantra dan khurafat. Yaitu penulisan huruf-huruf tertentu disertai dengan penulisan ayat. Dan penulisan huruf dan ayat ini dilakukan di potongan kain, lalu potongan kain ini dibakar dan si penderita menghirupnya. Dan hal ini menurut anggapan mereka telah membakar jin, padahal ini termasuk kebohongan atau kebodohan.
Walillahil hamdu ‘ala kulli hal wallohu a’lam bish showab.
Sumber :
“Ahkam At-Ta’amul Ma’a Al-Jin Wa Adab Ar-Ruqa Asy-Syar’iyah (Pedoman-pedoman Bergaul Bersama Jin Dan Tata Cara Ruqyah Yang Syar’i)”, dari halaman 65 – 124, ditulis oleh Syaikh Muhammad Al-Imam, pengasuh di Darul Hadits – Ma’bar, Yaman, Disadur oleh: ‘Umar Al-Indunsiy,
Darul Hadits – Ma’bar, Yaman. Dikutip dari http://thalibmakbar.wordpress.com/2010/12/02/masalah-sihir-kesurupan-jin-dan-obatnya-ruqyah-edisi-01/ dengan tulisan berjudul “Masalah Sihir, Kesurupan Jin, Dan Obatnya (Ruqyah)”
No comments:
Post a Comment