Sunday, September 30, 2012

Gangguan Jin & Sihir (1) : Alasan-alasan Jin Untuk Merasuki Manusia, dan Cara Jin Menampakkan Diri Pada Manusia



Masalah sihir, kesurupan jin, dan obatnya (Ruqyah) sedikit sekali orang mengetahuinya, atau kalaupun tahu kemungkinan orang tersebut mengetahui tidak pada landasan dan keterangan yang benar, atau juga, tahu tapi tidak begitu menyadarinya. Maka tidak ada keraguan lagi bagi kami untuk mengetengahkan tema ini. Dengan harapan agar keterangan yang singkat ini memberikan keterangan yang benar terkait tiga hal di atas dengan keterangan yang berlandaskan pada Al-Qur’an, As-Sunnah dan keterangan para ulama. Dengan harapan setelah membaca keterangan ini, para pembaca bisa mengambil langkah dalam mencegah atau melakukan tindakan (mengobati).

 

Pembahasan ini kami sadurkan dari kitab guru kami, satu dari sekian ulama besar Yaman, Asy-Syaikh Muhammad Al-Imam, pengasuh di Darul Hadits – Ma’bar, Yaman, yang berjudul “Ahkam At-Ta’amul Ma’a Al-Jin Wa Adab Ar-Ruqa Asy-Syar’iyah (Pedoman-pedoman Bergaul Bersama Jin Dan Tata Cara Ruqyah Yang Syar’i)”, dari halaman 65 – 124, Insyaallah. Ada sekian pembahasan yang akan kami ketengahkan yang mungkin perlu kami bagi dalam beberapa episode. Nas’alullaha al-’aun.


Sebab-sebab Yang Menjadikan Syaithan Merasuki Manusia

 Sebab-sebab yang menjadikan jin merasuki manusia tidaklah sedikit, diantaranya:

 

Pertama: Karena menindak lanjuti permusuhan lama antara kedua bangsa ini, yaitu bangsa jin dan bangsa manusia.

 Allah subhanahu wata’ala berfirman,   “Sesungguhnya syaithan itu musuh bagi kalian, maka jadikanlah dia musuh. Sesungguhnya ia menyeru pengikutnya agar menjadi penghuni neraka.” (Fathir: 6)

Sebagian jin ketika tahu ada permusuhan lama antara bangsanya dengan bangsa manusia maka atas dasar fanatik kelompoknya dan dalam rangka membela iblis dia merasuki manusia.

 

Kedua: Karena unsur balas dendam.

Hal ini disebabkan karena manusia menyakiti mereka. Entah karena mengecinginya, atau menyiram air panas, atau membunuh kerabat jin itu. Dan balas dendamnya ini bisa mengantarkan manusia menjadi buta, lumpuh atau sampai bunuh diri.

 

Ketiga: Karena alasan cinta.

Sebagian jin bisa jatuh cinta pada wanita bangsa manusia, dan sebagian jin wanita bisa jatuh cinta pada lelaki bangsa manusia. Yang menjadi sebab terbesar datangnya perkara ini adalah tidak membaca doa atau dzikir saat masuk kamar mandi lalu bertelanjang di dalamnya. Dan juga ketika tidur dan ketika mandi. Bahkan ketika berhubungan badan antara suami istri. Jika seorang muslim mengamalkan dzikir dan doa pada kesempatan-kesempatan tersebut maka Allah تعالى akan menjaganya.

 

Keempat: Karena alasan mengajak taubat.

Sebagian jin yang cinta kebaikan namun dia bodoh akan tuntunan syari’at merasa tidak suka pada pelaku maksiat (manusia yang gemar bermaksiat), maka dia merasukinya dengan tujuan menyakitinya ketika orang itu melakukan maksiat, sehingga dengan sebab itu dia terdorong untuk bertaubat dan meninggalkan maksiat itu.

 

Kelima: Karena jin itu terjatuh pada bid’ah dan maksiat, lalu dia menemukan manusia pelaku bid’ah dan maksiat. Maka dengan itu dia merasuki orang itu agar orang itu tetap melakukan bid’ah dan maksiat.

 

Keenam: Karena manusia membaca buku-buku sihir atau mantera.

Jika manusia melakukan ini maka bisa jadi sebab jin masuk pada orang itu, meskipun orang yang baca ini tidak menginginkan itu, tidak pula ingin belajar sihir atau menghadirkan jin. Akan lebih mungkin terasuki kalau dia membacanya dengan tujuan belajar sihir atau menghadirkannya.

 

Ketujuh: Karena alasan mengajak manusia mengamalkan sihir dan ilmu nujum.

Syaithan memiliki bisikan dan tipu daya yang bahaya akan jenis orang ini. Seperti jin itu mengaku dia adalah malaikat yang diutus oleh Allah subhanahu wata’ala kepada orang itu, lalu melakukan hal tertentu sehingga orang itu tertipu lalu membenarkan jin dan bujukannya itu.

 

Kedelapan: Karena alasan mempermainkan manusia dan menghinakan manusia.

Selama aku (Asy-Syaikh Muhammad Al-Imam, red) mengobati orang yang terkena sihir dan kerasukan, aku terkadang menyaksikan sebgaian orang yang kerasukan itu ketawa, kadang menangis, kadang memperbanyak ibadah, begitu cepat lalu meninggalkannya. Keadaan seperti inilah yang dimanfaatkan syaithan yang berada dalam diri manusia itu.

 

Kesembilan: Karenanya adanya kesepakatan antara jin dan tukang sihir, agar jin itu masuk ke seseorang yang diinginkan tukang sihir atau dukun itu.

 

Macam-macan Bentuk Syaithan Yang Dengan Bentuk Ini Menampakkan Diri Kepada Orang Yang Kesurupan Dan Orang Yang Kena Sihir

Syaithan menampakkan diri kepada orang yang kesurupan dalam bentuk yang berbeda-beda, penjelasannya sebagai berikut:

 

Pertama: Terkadang syaithan datang dalam rupa manusia.

Seringnya syaithan itu menampakkan diri kepada orang yang kesurupan atau tersihir pada saat tidur, dan terkadang menampakkan diri pada saat orang itu bangun terjaga. Jika yang sakit itu seorang pemuda maka seringnya syaithan menampakkan diri dalam rupa wanita cantik. Dan gangguan jin berupa jatuh cintanya jin kepada manusia ini merupakan gangguan yng paling bahaya, karena jin itu tidak akan rela orang yang dicintainya mencintai kaum hawa bangsa manusia.

Kalau pemuda ini orang yang shalih, maka keselamatannya dari gangguan ini akan mudah diharapkan. Kalau pemuda ini orang yang tidak shalih, maka akan hal ini akan membuainya dan menganggap berkesempatan berzina dengan jin wanita ini. Dan petakanya sangat besar.

 

Kedua: Orang yang kesurupan seringnya melihat dalam tidurnya jin yang mengancamnya dengan pukulan, atau akan dibunuh, atau akan dihancurkan hartanya dan dibunuh anaknya, dan terkadang menampakkan diri saat orang ini tidak tidur.

 

Jin model ini adalah jin yang menuntut balas dendam, entah dari dirinya sendiri, entah karena utusan keluarganya. Hal ini disebabkan manusia menyakitinya entah dengan menyiram air panas pada tempat yang ada jinnya, atau kencing pada tempat tersebut atau membunuh salah satu keluarganya, karena terkadang jin itu menampakkan diri dengan berwujud ular lalu serta merta manusia membunuhnya tanpa mengingatkannya.

 

Ketiga: Syaithan menampakkan diri pada orang yang kesurupan dalam bentuk hewan, seperti kera, singa, anjing, macan, kalajengking, ular dan selain itu.

Bentuk seperti ini kebanyakannya menunjukkan bahwa jin tersebut adalah kiriman tukang sihir atau dukun. Artinya: dukun atau tukang sihir ini menyuruh jin untuk menjelma di hadapan orang yang kesurupan dengan bentuk hewan tersebut, dengan tujuan untuk menteror dan menakut-nakuti.

 


Sumber:
 “Ahkam At-Ta’amul Ma’a Al-Jin Wa Adab Ar-Ruqa Asy-Syar’iyah (Pedoman-pedoman Bergaul Bersama Jin Dan Tata Cara Ruqyah Yang Syar’i)”, dari halaman 65 – 124,  ditulis oleh Syaikh Muhammad Al-Imam, pengasuh di Darul Hadits – Ma’bar, Yaman, Disadur oleh:  ‘Umar Al-Indunsiy, 
Darul Hadits – Ma’bar, Yaman.  Dikutip dari http://thalibmakbar.wordpress.com/2010/12/02/masalah-sihir-kesurupan-jin-dan-obatnya-ruqyah-edisi-01/ dengan tulisan berjudul “Masalah Sihir, Kesurupan Jin, Dan Obatnya (Ruqyah)”

Friday, September 28, 2012

Orang-orang Yang Menyesatkan Manusia di Masa Kini

 

 

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda dalam sebuah hadits:

“Masa saling berdekatan, ilmu berkurang, kepelitan tersebar, berbagai fitnah muncul, dan banyak kekacauan.” Mereka bertanya: ”wahai Rasulullah, apakah kekacauan itu?’ Beliau menjawab: “pembunuhan demi pembunuhan.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ’anhu)

Disini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah memberitakan tentang sebuah masa yang sangat buruk. Di mana ilmu berkurang, kepelitan tersebar, serta muncul berbagai fitnah, dan kekecauan. Masa kita ini adalah saat yang tepat untuk kita memahami hadits diatas.

 

Di zaman ini, ilmu telah sedemikian berkurang, sehingga sangat langka untuk kita temui di tengah masyarakat muslimin, seorang yang bisa disebut sebagai ulama. Kondisi ini semakin diperparah dengan kemunculan berbagai fitnah dan kekacauan di tengah-tengah mereka.

Termasuk yang perlu kita waspadai di masa ini dari sekian fitnah dan keributan yang terjadi adalah para tokoh penyesat umat.

Di dalam hadits Tsauban radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

“Hanya saja yang aku khawatirkan atas umatku adalah para pemimpin (baca: tokoh) yang menyesatkan.” (HR. Ahmad dan Ad-Darimi dengan sanad yang shahih sesuai dengan syarat Al Imam Muslim, sebagaimana yang dikatakan oleh syaikh Al Albani rahimahullah dalam As-Shahihah 4/110)

 

Dalam hadits diatas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menggunakan kata ‘hanya saja’ menunjukkan bahwa kekhawatiran beliau terhadap para pemimpin (baca:tokoh) yang menyesatkan sedemikian kuat. Karena mereka adalah bahaya laten bagi kaum muslimin. Mereka sangat mampu untuk menyesat umat ini dari jalan Allah.

Allah berfirman mengenai orang-orang yang binasa:

“Dan mereka berkata: “Ya Rabb kami, sesungguhnya kami telah menta’ati para pemimpin dan pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan (yang benar).” (Al-Ahzab: 67)

 

Maka kita perlu berhati-hati dari bahaya laten para tokoh yang menyesatkan. Mereka memiliki lisan yang mampu untuk menyesatkan umat dengan mengolah kata dan bersilat lidah. Demikianlah keadaan mereka.

Maka ‘Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu pernah ditanya oleh Ziyad bin Fudhail:

“Apa yang dapat menghancurkan Islam?” ‘Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu menjawab: “Yang menghancurkan Islam adalah ketergelinciran seorang yang ‘alim (yang berilmu), dan seorang munafik yang berdebat dengan menggunakan al-kitab.”

Ini adalah bahaya laten bagi kaum muslimin. Mereka akan menyesatkan kaum muslimin dari jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan menggunakan dalil-dalil syar’i namun bukan pada tempatnya.


Ulama Yang Jahat (Ulama Su’)

Demi Allah, pada masa ini, masyarakat kita dikepung oleh tipikal-tipikal pemimpin maupun tokoh yang seperti itu. Menyeruak di sekitar mereka, para ulama su` (jahat) yang dengan segala kelihain dan kelicikan, menyesatkan umat dengan berbagai syubhat dan kerancuan pemikiran. Oleh karena itu, kita dituntut untuk mewaspadai suasana genting ini, dengan mempelajari agama Allah Subhanahu wa Ta’ala dari para ulama yang mengamalkan dan memperjuangkan agama Allah dengan segala yang mereka miliki. Inilah satu-satunya penanganan yang paling efektif dalam menanggulangi gejolak fitnah yang sedahsyat itu.

 

Berapa banyak orang yang menyuarakan kebenaran, namun sedikit diantara mereka yang bisa menunjukkan bahwa yang benar itu adalah benar, dan dia benar-benar di atas yang benar . Oleh sebab itu, Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu menegaskan: “Betapa banyak orang yang menginginkan kebaikan tapi dia tidak mendapatkannya.”

Para pemimpin atau tokoh penyesat umat lebih berbahaya bagi kaum muslimin daripada musuh-musuh Allah yang menyerang dari luar lingkup kaum muslimin. Apakah mereka dari kalangan Yahudi maupun Nashara. Kalau mereka dari kalangan orang-orang yang kafir, tentunya kebanyakan kaum muslimin waspada terhadap berbagai makar mereka. Namun bagaimana dengan musuh dalam selimut yang berbaju sama, berkopiah sama, dan berpenampilan sama seperti kaum muslimin, bahkan beramal pada sebagian amalan, sama seperti kaum muslimin. Mereka shalat seperti kaum muslimin, dan berbicara dengan lisan/bahasa kaum muslimin. Akan tetapi mereka adalah para penyeru kepada neraka jahannam.

 

Di dalam hadits Hudzaifah bin Al Yamaan radhiyallahu ’anhu disebutkan:

“Ya, para da’i yang mengajak kepada pintu-pintu neraka jahannam. Barangsiapa yang memehuhi panggilan mereka, mereka akan mencampakkannya ke dalam neraka jahanam itu.” Aku bertanya: “wahai Rasulullah! Sebutkan ciri-ciri mereka kepada kami”. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Mereka dari jenis kita dan berbicara dengan lisan-lisan (bahasa-bahasa) kita.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

 

Inilah bahaya laten yang sangat kejam dalam membinasakan kaum muslimin . Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

“Dan sesungguhnya kebanyakan (dari manusia) benar-benar hendak menyesatkan (orang lain) dengan hawa nafsu mereka tanpa ilmu.” (Al-An’am: 119)

“Tetapi orang-orang yang dzalim, mengikuti hawa nafsunya tanpa ilmu pengetahuan, maka siapakah yang akan menunjuki orang yang telah disesatkan oleh Allah? Dan tiadalah bagi mereka seorang penolongpun.” (Ar-Rum: 29)

 

Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala menyelamatkan kita dari kejahatan para tokoh penyesat umat. Wallahu a’lam bish shawab

 

Sumber : 
Tokoh Penyesat Umat, oleh: Abu Muhammad Abdul Mu’thi Al Maidani.


Aqidah Islamiyah

"Dan barangsiapa yang menta'ati Allah dan Rasul-Nya, mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi ni'mat Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiqin, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang shaleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya" (QS. An-Nisa':69)



Pendahuluan 
Nilai suatu ilmu itu ditentukan oleh kandungan ilmu tersebut. Semakin besar dan bermanfaat nilainya semakin penting untuk dipelajarinya. Ilmu yang paling penting adalah ilmu yang mengenalkan kita kepada Allah SWT, Sang Pencipta. Sehingga orang yang tidak kenal Allah SWT disebut kafir meskipun dia Profesor Doktor, pada hakekatnya dia bodoh. Adakah yang lebih bodoh daripada orang yang tidak mengenal yang menciptakannya?
Allah menciptakan manusia dengan seindah-indahnya dan selengkap-lengkapnya dibanding dengan makhluk / ciptaan lainnya. Kemudian Allah bimbing mereka dengan mengutus para Rasul-Nya (Menurut hadits yang disampaikan Abu Dzar bahwa jumlah para Nabi sebanyak 124.000 semuanya menyerukan kepada Tauhid (dikeluarkan oleh Al-Bukhari di At-Tarikhul Kabir 5/447 dan Ahmad di Al-Musnad 5/178-179). Sementara dari jalan sahabat Abu Umamah disebutkan bahwa jumlah para Rasul 313 (dikeluarkan oleh Ibnu Hibban di Al-Maurid 2085 dan Thabrani di Al-Mu'jamul Kabir 8/139)) agar mereka berjalan sesuai dengan kehendak Sang Pencipta melalui wahyu yang dibawa oleh Sang Rasul. Namun ada yang menerima disebut mu'min ada pula yang menolaknya disebut kafir serta ada yang ragu-ragu disebut Munafik yang merupakan bagian dari kekafiran. Begitu pentingnya Aqidah ini sehingga Nabi Muhammad, penutup para Nabi dan Rasul membimbing ummatnya selama 13 tahun ketika berada di Mekkah pada bagian ini, karena aqidah adalah landasan semua tindakan. Dia dalam tubuh manusia seperti kepalanya. Maka apabila suatu ummat sudah rusak, bagian yang harus direhabilitisi adalah kepalanya lebih dahulu. Disinilah pentingnya aqidah ini. Apalagi ini menyangkut kebahagiaan dan keberhasilan dunia dan akherat. Dialah kunci menuju surga.


Aqidah secara bahasa berarti sesuatu yang mengikat. Pada keyakinan manusia adalah suatu keyakinan yang mengikat hatinya dari segala keraguan. Aqidah menurut terminologi syara' (agama) yaitu keimanan kepada Allah, Malaikat-malaikat, Kitab-kitab, Para Rasul, Hari Akherat, dan keimanan kepada takdir Allah baik dan buruknya. Ini disebut Rukun Iman.

Dalam syariat Islam terdiri dua pangkal utama. 
Pertama : Aqidah yaitu keyakinan pada rukun iman itu, letaknya di hati dan tidak ada kaitannya dengan cara-cara perbuatan (ibadah). Bagian ini disebut pokok atau asas. 
Kedua : Perbuatan yaitu cara-cara amal atau ibadah seperti sholat, puasa, zakat, dan seluruh bentuk ibadah disebut sebagai cabang. 

Nilai perbuatan ini baik buruknya atau diterima atau tidaknya bergantung yang pertama. Makanya syarat diterimanya ibadah itu ada dua, 
pertama : Ikhlas karena Allah SWT yaitu berdasarkan aqidah islamiyah yang benar. 
Kedua : Mengerjakan ibadahnya sesuai dengan petunjuk Rasulullah SAW. Ini disebut amal sholeh. Ibadah yang memenuhi satu syarat saja, umpamanya ikhlas saja tidak mengikuti petunjuk Rasulullah SAW tertolak atau mengikuti Rasulullah SAW saja tapi tidak ikhlas, karena faktor manusia, umpamanya, maka amal tersebut tertolak. Sampai benar-benar memenuhi dua kriteria itu. Inilah makna yang terkandung dalam Al-Qur'an surah Al-Kahfi 110 yang artinya : "Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shaleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadah kepada Tuhannya."

Perkembangan Aqidah
Pada masa Rasulullah SAW, aqidah bukan merupakan disiplin ilmu tersendiri karena masalahnya sangat jelas dan tidak terjadi perbedaan-perbedaan faham, kalaupun terjadi langsung diterangkan oleh beliau. Makanya kita dapatkan keterangan para sahabat yang artinya berbunyi : "Kita diberikan keimanan sebelum Al-Qur'an"
Nah, pada masa pemerintahan khalifah Ali bin Abi Thalib timbul pemahaman -pemahaman baru seperti kelompok Khawarij yang mengkafirkan Ali dan Muawiyah karena melakukan tahkim lewat utusan masing-masing yaitu Abu Musa Al-Asy'ari dan Amru bin Ash. Timbul pula kelompok Syiah yang menuhankan Ali bin Abi Thalib dan timbul pula kelompok dari Irak yang menolak takdir dipelopori oleh Ma'bad Al-Juhani (Riwayat ini dibawakan oleh Imam Muslim, lihat Syarh Shohih Muslim oleh Imam Nawawi, jilid 1 hal. 126) dan dibantah oleh Ibnu Umar karena terjadinya penyimpangan-penyimpangan. Para ulama menulis bantahan-bantahan dalam karya mereka. Terkadang aqidah juga digunakan dengan istilah Tauhid, ushuluddin (pokok-pokok agama), As-Sunnah (jalan yang dicontohkan Nabi Muhammad), Al-Fiqhul Akbar (fiqih terbesar), Ahlus Sunnah wal Jamaah (mereka yang menetapi sunnah Nabi dan berjamaah) atau terkadang menggunakan istilah ahlul hadits atau salaf yaitu mereka yang berpegang atas jalan Rasulullah SAW dari generasi abad pertama sampai generasi abad ketiga yang mendapat pujian dari Nabi SAW. Ringkasnya : Aqidah Islamiyah yang shahih bisa disebut Tauhid, fiqih akbar, dan ushuluddin. Sedangkan manhaj (metode) dan contohnya adalah ahlul hadits, ahlul sunnah dan salaf.

Bahaya Penyimpangan Pada Aqidah
Penyimpangan pada aqidah yang dialami oleh seseorang berakibat fatal dalam seluruh kehidupannya, bukan saja di dunia tetapi berlanjut sebagai kesengsaraan yang tidak berkesudahan di akherat kelak. Dia akan berjalan tanpa arah yang jelas dan penuh dengan keraguan dan menjadi pribadi yang sakit personaliti. Biasanya penyimpangan itu disebabkan oleh sejumlah faktor diantaranya :
  1. Tidak menguasainya pemahaman aqidah yang benar karena kurangnya pengertian dan perhatian. Akibatnya berpaling dan tidak jarang menyalahi bahkan menentang aqidah yang benar.
  2. Fanatik kepada peninggalan adat dan keturunan. Karena itu dia menolak aqidah yang benar. Seperti firman Allah SWT tentang ummat terdahulu yang keberatan menerima aqidah yang dibawa oleh para Nabi dalam Surat Al-Baqarah 170 yang artinya : "Dan apabila dikatakan kepada mereka, "Ikutlah apa yang telah diturunkan Allah," mereka menjawab: "(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami." (Apabila mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk."
  3. Taklid buta kepada perkataan tokoh-tokoh yang dihormati tanpa melalui seleksi yang tepat sesuai dengan argumen Al-Qur'an dan Sunnah. Sehingga apabila tokoh panutannya sesat, maka ia ikut tersesat.
  4. Berlebihan (ekstrim) dalam mencintai dan mengangkat para wali dan orang sholeh yang sudah meninggal dunia, sehingga menempatkan mereka setara dengan Tuhan, atau dapat berbuat seperti perbuatan Tuhan. Hal itu karena menganggap mereka sebagai penengah/arbiter antara dia dengan Allah. Kuburan-kuburan mereka dijadikan tempat meminta, bernadzar dan berbagai ibadah yang seharusnya hanya ditujukan kepada Allah. Demikian itu pernah dilakukan oleh kaumnya Nabi Nuh AS ketika mereka mengagungkan kuburan para sholihin. Lihat Surah Nuh 23 yang artinya : "Dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan penyembahan) Wadd, dan jangan pula Suwa', Yaghuts, Ya'uq dan Nasr."
  5. Lengah dan acuh tak acuh dalam mengkaji ajara Islam disebabkan silau terhadap peradaban Barat yang materialistik itu. Tak jarang mengagungkan para pemikir dan ilmuwan Barat serta hasil teknologi yang telah dicapainya sekaligus menerima tingkah laku dan kebudayaan mereka.
  6. Pendidikan di dalam rumah tangga, banyak yang tidak berdasar ajaran Islam, sehingga anak tumbuh tidak mengenal aqidah Islam. Pada hal Nabi Muhammad SAW telah memperingatkan yang artinya : "Setiap anak terlahirkan berdasarkan fithrahnya, maka kedua orang tuanya yang meyahudikannya, menashranikannya, atau memajusikannya" (HR: Bukhari).
Apabila anak terlepas dari bimbingan orang tua, maka anak akan dipengaruhi oleh acara / program televisi yang menyimpang, lingkungannya, dan lain sebagainya.
  1. Peranan pendidikan resmi tidak memberikan porsi yang cukup dalam pembinaan keagamaan seseorang. Bayangkan, apa yang bisa diperoleh dari 2 jam seminggu dalam pelajaran agama, itupun dengan informasi yang kering. Ditambah lagi mass media baik cetak maupun elektronik banyak tidak mendidik kearah aqidah bahkan mendistorsinya secara besar-besaran.
Tidak ada jalan lain untuk menghindar bahkan menyingkirkan pengaruh negatif dari hal-hal yang disebut diatas adalah mendalami, memahami dan mengaplikasikan Aqidah Islamiyah yang shahih agar hidup kita yang sekali dapat berjalan sesuai kehendak Sang Khalik demi kebahagiaan dunia dan akherat kita, Allah SWT berfirman dalam Surah An-Nisa' 69 yang artinya : "Dan barangsiapa yang menta'ati Allah dan Rasul-Nya, mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi ni'mat Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiqin, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang shaleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya."
Dan juga dalam Surah An-Nahl 97 yang artinya : "Barangsiapa yang mengerjakan amal shaleh baik laki-laki maupun perempuan, dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan."

Faedah Mempelajari Aqidah Islamiyah
Karena Aqidah Islamiyah bersumber dari Allah yang mutlak, maka kesempurnaannya tidak diragukan lagi. Berbeda dengan filsafat yang merupakan karya manusia, tentu banyak kelemahannya. Makanya seorang mu'min harus yakin kebenaran Aqidah Islamiyah sebagai poros dari segala pola laku dan tindakannya yang akan menjamin kebahagiannya dunia akherat. Dan merupakan keserasian antara ruh dan jasad, antara siang dan malam, antara bumi dan langit dan antara ibadah dan adat serta antara dunia dan akherat. Faedah yang akan diperoleh orang yang menguasai Aqidah Islamiyah adalah :
  1. Membebaskan dirinya dari ubudiyah / penghambaan kepada selain Allah, baik bentuknya kekuasaan, harta, pimpinan maupun lainnya.
  2. Membentuk pribadi yang seimbang yaitu selalu kepada Allah baik dalam keadaan suka maupun duka.
  3. Dia merasa aman dari berbagai macam rasa takut dan cemas. Takut kepada kurang rizki, terhadap jiwa, harta, keluarga, jin dan seluruh manusia termasuk takut mati. Sehingga dia penuh tawakkal kepad Allah (outer focus of control).
  4. Aqidah memberikan kekuatan kepada jiwa , sekokoh gunung. Dia hanya berharap kepada Allah dan ridho terhadap segala ketentuan Allah.
  5. Aqidah Islamiyah adalah asas persaudaraan / ukhuwah dan persamaan. Tidak beda antara miskin dan kaya, antara pinter dan bodoh, antar pejabat dan rakyat jelata, antara kulit putih dan hitam dan antara Arab dan bukan, kecuali takwanya disisi Allah SWT. 


    Sumber:
    http://www.maqdis.s5.com/artikel6.htm

Wednesday, September 26, 2012

Berkembangnya Kesyirikan Dan Penyimpangan Akidah, Penyebab Terhalangnya Keberkahan, Kedamaian dan Ketentraman Suatu Negeri

Buat sahabat2ku, temen2ku dan semua saudara-saudaraku baca sampai habis ya.... karena dengan iqro kita jadi pintar dan banyak tahu. Silahkan dilanjut...

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (Ar-Rum: 41)

   

Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam:  “Akan datang kepada manusia tahun-tahun yang penuh tipu muslihat. Ketika itu, si pendusta dibenarkan sedangkan orang yang jujur dianggap dusta. Pengkhianat dipercaya, sedangkan orang amanah dianggap khianat, dan Ruwaibidhah akan tampil bicara.” Para sahabat bertanya, “Siapakah Ruwaibidhah?” Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam menjawab, “Seorang dungu yang berbicara tentang masalah umat.” (HR. Ahmad dalam “Musnad”nya, juz: 3 hal. 220, no. 13322), red)


Seorang muslim haruslah memahami serta meyakini bahwa manusia dan jin diciptakan untuk satu hikmah yang sangat agung, yaitu beribadah kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah memberikan berbagai macam rezeki untuk membantu hamba-hamba-Nya beribadah. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:  “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku. Aku tidak menghendaki rezeki sedikit pun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi-Ku makan. Sesungguhnya Allah dialah Maha Pemberi Rezeki yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh.” (Adz-Dzariyat: 56-58)

 

Allah Subhanahu Wa Ta’ala mengutus para rasul untuk menjelaskan bagaimana cara beribadah kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:  Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja) dan jauhilah thaghut itu.” (An-Nahl: 36)

Allah Subhanahu Wa Ta’ala juga telah menciptakan hamba-Nya di atas fitrah (dasar-dasar sifat dan kemampuan asli setiap manusia, red) untuk bertauhid dalam beribadah kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:  “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (Ar-Rum: 30)

Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah berkata: “Fitrah adalah Islam sebagaimana sabda Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam:

“Setiap yang lahir dilahirkan di atas fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan anaknya sebagai Yahudi atau Nasrani atau Majusi.” (HR. Al-Bukhari no. 1385, Muslim no. 2658 dari Abu Hurairah z) [Lihat Syarah Fadhlul Islam hlm. 111]

 

Beliau berkata pula: “Ini menunjukkan bahwa hukum asalnya, manusia diberi fitrah kepada Islam, yaitu mengikhlaskan amal dan ibadah hanya kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Jika dia selamat dari tarbiyah (pendidikan) yang jelek dan orang tua yang kafir niscaya dia akan mengarah (condong) kepada Islam dan mengikuti Rasul. Akan tetapi dia menyimpang disebabkan dai-dai yang sesat.” (Lihat Syarah Fadhlul Islam hlm. 111)

Allah Subhanahu Wa Ta’ala menciptakan manusia di atas fitrah. Namun setan dari kalangan jin dan manusia terus berupaya menyesatkan bani Adam dari tauhid dengan berbagai makar. Setan membungkus kesesatan mereka dengan kalimat-kalimat yang menipu. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

“Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu setan-setan (dari jenis) manusia dan (jenis) jin, sebagian mereka membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia). Jikalau Rabbmu menghendaki niscaya mereka tidak mengerjakannya. Maka tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka ada-adakan.” (Al-An’am: 112)

 

Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam bersabda:

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman: “Sungguh Aku telah menciptakan hamba-Ku semuanya dalam keadaan lurus, kemudian datang kepada mereka setan lalu menyesatkan mereka dari agama mereka.” (HR. Muslim no. 2865 dari ‘Iyadh bin Himar z)

Fenomena pascareformasi (Era Demokrasi Liberal)

(Era Demokrasi Liberal, dimana efek demokrasi pasca demokrasi di Indonesia sejak 1998 telah mengarah ke  kebebasan/liberal ala demokrasi Amerika yang tidak sesuai dengan contoh pengelolaan negara yang disunnahkan Rasulullah shalallahu alaihi wassalam, red)

Ketahuilah, semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala merahmati Anda. Diantara masalah yang harus dicermati di masa reformasi ini adalah semakin beraninya tokoh-tokoh kesesatan dan penyeru kesyirikan dalam menarik massa dan melakukan tipu daya agar kaum muslimin mengikuti kesesatan mereka. Penyeru kesyirikan semakin lantang menjerat umat kepada kesyirikan. Kaum Khawarij semakin berani menentang pemerintah muslimin dengan ucapan dan perbuatan mereka.

Berbagai macam kelompok sempalan seperti Ahmadiyah, Syiah, Al-Qiyadah Al-Islamiyah, dan berbagai macam kelompok sempalan lainnya, semakin berani menampakkan jatidiri mereka.

Alangkah bagusnya nasihat ulama kita: Ahlul bid’ah itu seperti kalajengking yang menyembunyikan sengatnya di dalam tanah. Ketika memiliki kekuatan dan kesempatan, dia akan menampakkan sengat mereka dan menyengat yang lain.

 

Apakah sebab terjadinya semua musibah ini?

Ketahuilah, diantara sebab terbesar yang melatarbelakangi muncul dan semakin menyebarnya kesyirikan serta penyimpangan kelompok sempalan adalah ulah orang-orang yang telah meruntuhkan wibawa pemerintah di hadapan rakyatnya. Akhirnya, semua orang merasa berhak bicara tentang masalah umat dan mengkritisi pemerintah. Ditambah lagi dengan semakin gencarnya seruan HAM (Hak Asasi Manusia)–produk Barat yang dipaksakan di negeri kaum muslimin–, sehingga kelompok-kelompok sempalan dan penyebar kesyirikan berlindung di balik produk Barat ini. Di pihak lain, pemerintah muslimin terus “dikekang” untuk menindak mereka dengan “ancaman” pelanggaran HAM. Sungguh telah terbukti ucapan Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam:

“Akan datang kepada manusia tahun-tahun yang penuh tipu muslihat. Ketika itu, si pendusta dibenarkan sedangkan orang yang jujur dianggap dusta. Pengkhianat dipercaya, sedangkan orang amanah dianggap khianat, dan Ruwaibidhah akan tampil bicara.” Para sahabat bertanya, “Siapakah Ruwaibidhah?” Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam menjawab, “Seorang dungu yang berbicara tentang masalah umat.” (HR. Ahmad, dalam “Musnad”nya (juz: 3 hal. 220, no. 13322), berkata Al-Imâm Al-Wâdi’î dalam “Al-Jâmi’ Ash-Shohîh” (Juz 4, hal. 584-585): “Ini adalah hadîts hasan….”)

 

Wahai orang-orang yang telah merusak kehormatan pemerintah kaum muslimin, kalian harus bertaubat kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Kalian harus bertanggung jawab untuk mengembalikan wibawa dan kehormatan pemerintah di hadapan rakyatnya, sehingga upaya pemerintah untuk mengingkari kemungkaran mendapatkan tanggapan positif dari rakyatnya. Inilah satu bentuk taubat kalian kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam berkata:

“Akan ada penguasa setelah aku wafat maka muliakanlah mereka. Barangsiapa yang mencari jalan untuk menghinakan mereka maka dia telah membuat satu celah dalam Islam, dan Allah Subhanahu Wa Ta’ala tidak akan menerima taubatnya hingga bisa mengembalikan kepada keadaan semula.” (HR. Ibnu Abi ‘Ashim no. 1079 dan dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani)

Mudah-mudahan Allah Subhanahu Wa Ta’ala memberikan taufiq kepada pemerintah muslimin dalam segala keputusan dan langkah mereka untuk kemaslahatan muslimin.

 

Sebab-sebab penyimpangan dari aqidah yang benar

Ketahuilah, semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala merahmati Anda. Penyimpangan dari aqidah Islam adalah suatu kebinasaan. Seseorang yang hidup dalam keadaan tidak memiliki aqidah yang benar akan terus dibayangi keraguan dan bayangan-bayangan jelek yang akan menghalanginya mendapatkan kebahagiaan hidup.

Oleh sebab itu, kita mesti mengetahui sebab-sebab penyimpangan dari aqidah yang benar dan menjaga diri, keluarga serta kaum muslimin secara umum dari sebab penyimpangan tersebut.

Asy-Syaikh Shalih Fauzan hafizhahullah telah menjelaskan kepada kita berbagai penyebab terjadinya penyimpangan aqidah. Diantara sebab penyimpangan yang beliau sebutkan adalah:

 

1.    Ketidaktahuan seseorang tentang aqidah yang benar, karena lalai dan berpaling dari mempelajarinya (tidak mau belajar agama dengan baik dan benar, red).

2.    Taqlid buta kepada nenek moyang. (fanatik, red)

3.    Ghuluw (mengkultuskan) terhadap orang-orang yang dianggap wali dan orang-orang shalih. (berlebih-lebihan dalam beragama dan tidak sesuai Qur’an dan Sunnah)

4.    Lalai dari mentadabburi ayat-ayat Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang syar’iyah maupun kauniyah.

5.    Kosongnya rumah-rumah muslimin dari pendidikan dan bimbingan Islami.

6.    Lembaga-lembaga pendidikan dan media informasi kurang perhatian dalam masalah pendidikan agama, bahkan kebanyakan media informasi sekarang telah menjadi alat untuk merusak aqidah umat.

7.    Disusupkannya aqidah orang kafir ke dalam Islam (liberalisasi ajaran Islam, red).

8.    Da’i-da’i yang menyeru kepada kesesatan, yang gencar menyebarkan kesesatan mereka.

(Disarikan dari Muqarrar Kitabut Tauhid lil Fashlil Awal, hlm. 13-15 dan Kitabut Tauhid hlm. 7-8)

 

Gelombang kesesatan dan kesyirikan di masa reformasi

Barangsiapa yang merasakan dan menilai keadaan di sekitarnya niscaya akan melihat dan merasakan bahwa delapan perkara yang disebutkan Asy-Syaikh Shalih Fauzan hafizhahullah sangat gencar ditebarkan di tengah kaum muslimin.

Umat sekarang terus dijauhkan dari mempelajari agamanya sehingga mereka tidak mengetahui perkara agama mereka. Prinsip-prinsip agama juga terus dikikis dari hati muslimin, terkhusus prinsip wala’ (loyalitas) kepada kaum muslimin dan bara’ (berlepas diri) dari orang kafir.

 

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

“Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhir, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, ataupun keluarga mereka. Mereka itulah orang-orang yang telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang dari-Nya, serta dimasukkan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya. Allah ridha terhadap mereka dan mereka pun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. Mereka itulah golongan Allah. Ketahuilah bahwa sesungguhnya hizbullah itu adalah golongan yang beruntung.” (Al-Mujadilah: 22)

Akibat kebodohan mereka, mereka larut bersama orang kafir dalam perkara yang bisa merusak aqidah. Mereka turut meramaikan natal, imlek, dan acara-acara orang kafir lainnya.

 

Demikian juga taklid yang semakin gencar. Seruan untuk kembali kepada budaya leluhur digembar-gemborkan. Umat diseret untuk melakukan dan mengikuti nenek moyang mereka, walaupun amalan yang dilakukan nenek moyang mereka menyelisihi tauhid yang diajarkan Islam. Tambahan pula, ini adalah salah satu perbuatan kaum musyrikin. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

Dan apabila dikatakan kepada mereka: “Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah.” Mereka menjawab, “(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami.” (Apakah mereka akan mengikuti juga) walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk? (Al-Baqarah: 170)

Adapun pengkultusan individu sehingga menjadikannya sesembahan selain Allah Subhanahu Wa Ta’ala, sungguh telah banyak dilakukan. Telah terbukti ucapan Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam:  “Sungguh kalian akan mengikuti jalan orang sebelum kalian…”

 

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman tentang ahlul kitab Yahudi dan Nasrani:

“Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai Rabb selain Allah dan (juga mereka mempertuhankan) Al-Masih putra Maryam, padahal mereka hanya disuruh menyembah Ilah yang Esa, tidak ada Ilah (yang berhak disembah) selain Dia. Mahasuci Allah dari apa yang mereka persekutukan.” (At-Taubah: 31)

 

Di umat ini pun ada orang-orang yang mengultuskan tokoh-tokoh mereka, menaati mereka dalam perbuatan maksiat kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Yang banyak terjatuh dalam pengultusan individu adalah kelompok Sufi. Asy-Syaikh Jamil Zainu berkata: “Sufi ta’ashub (fanatik) kepada guru-guru mereka, walaupun guru mereka menyelisihi firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan ucapan Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam. Padahal Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:  “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya, dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Al-Hujurat: 1)

 

Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam bersabda:  “Tidak ada ketaatan kepada seseorang dalam berbuat maksiat kepada Al-Khaliq (Allah).” (Ash-Shufiyah fi Mizanil Kitab was Sunnah hlm. 17)

Banyak kaum muslimin yang tidak bisa mengambil pelajaran dari musibah dan bencana yang melanda negeri mereka. Berbagai bencana yang seharusnya dijadikan ibrah untuk introspeksi diri, namun yang terjadi mereka justru semakin menjauhkan dari prinsip agama ini. Mereka malah menuding pemerintah dan terus berupaya “menggoyang” pemerintahan. Tidak sedikit dari mereka yang malah melakukan kesyirikan ketika terkena musibah.

Kalau mereka mau mentadabburi Al-Qur’an niscaya mereka akan dapati bahwa musibah dan berbagai bencana ini merupakan peringatan untuk memperbaiki diri. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (Ar-Rum: 41)

 

Di rumah-rumah kaum muslimin, anak mereka jauh dari pendidikan agama. Bahkan sebagian mereka tak merasa takut untuk memasukkan putra-putra mereka belajar di lembaga-lembaga pendidikan kafir, membiarkan anak-anak mereka berteman dengan orang kafir. Padahal Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

“Sebagian besar Ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman. Karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran.” (Al-Baqarah: 109)

Mereka lupa bahwa baik tidaknya agama anaknya adalah disebabkan pendidikan dari orang tua mereka. Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam berkata:

“Setiap yang lahir dilahirkan di atas fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang menjadi sebab anaknya menjadi Yahudi atau Nashrani atau Majusi.” (HR. Al-Bukhari no. 1385, Muslim no. 2658)

 

Diantara sarana yang besar dalam proses perusakan aqidah adalah serangan media massa cetak dan elektronik. Berbagai iklan kesyirikan dan tayangan yang membawa penyakit kekufuran disuguhkan kepada kaum muslimin dan anak-anak mereka. Mereka tidak sadar, sesungguhnya aqidah mereka tengah dirusak dan dikotori dengan tayangan dan acara-acara kesyirikan serta kekufuran. Innalillahi wainna ilaihi raji’un.

 

Sebab yang menjaga dari penyimpangan aqidah

Ketahuilah, semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala merahmati Anda. Kita harus segera sadar dan berupaya membendung arus penyimpangan ini dengan merujuk kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah dengan bimbingan para ulama Ahlus Sunnah wal Jamaah.

Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan telah menerangkan beberapa hal yang bisa diamalkan untuk menjaga dari penyimpangan aqidah:

1.    Merujuk kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah dalam menetapkan masalah aqidah disertai mengenal kebobrokan aqidah kelompok menyimpang dalam rangka menghindari dan membantahnya.

2.    Memberikan perhatian lebih besar untuk mengajarkan aqidah (belajar tentang aqidah/ tauhid/ keimanan, red).

3.    Mengajarkan kitab-kitab salaf, menjauhkan diri dari kitab-kitab kelompok sesat.

4.    Tampilnya dai-dai tauhid menjelaskan kepada umat tentang aqidah salaf serta membantah kesesatan orang-orang yang menyimpang. (menjauhi ustadz-ustadz yang berdakwah tanpa ilmu yang cukup dan benar, juga yang memiliki niat yang diragukan keikhlasannya,  red)

(Disarikan dari Muqarrar Kitabut Tauhid lil Fashlil Awal, hlm. 14-15)

Wahai orang-orang yang tidak pernah puas dengan pemerintahnya, koreksilah diri kalian dengan bimbingan agama ini. Ketahuilah, kebaikan negara ini bukanlah tercipta melalui caci-maki dan hujatan kalian kepada pemerintah. Ketahuilah bahwa perbuatan kalian adalah perbuatan khuruj (menentang/memberontak pemerintah). Karena para ulama menjelaskan bahwa Khawarij ada dua kelompok:

1.    Khawarij mubasyir, mereka yang terjun langsung mengangkat senjata mereka untuk memberontak kepada pemerintah muslimin.

2.    Khawarij qa’adiyah, mereka yang tetap duduk di tempat mereka namun ucapan, ceramah, dan orasi-orasi yang mereka lakukan menghasut umat untuk membenci dan melawan pemerintah muslimin. (Lihat Fathul Bari)

 

Mudah-mudahan Allah Subhanahu Wa Ta’ala memberikan taufiq dan pertolongan kepada pemerintah muslimin dalam menyikapi dua kelompok Khawarij ini.

 

Ketahuilah, kedamaian dan ketenteraman di negeri ini akan dicapai manakala kita kembali kepada agama Allah Subhanahu Wa Ta’ala, mempelajari dan mengamalkan agama Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (Al-A’raf: 96)

 

Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam berkata:

“Jika kalian jual beli dengan sistem ‘inah (salah satu bentuk tipu daya untuk melakukan riba), memegang ekor sapi, senang dengan pertanian hingga kalian meninggalkan jihad maka Allah Subhanahu Wa Ta’ala akan menimpakan kehinaan pada kalian dan Allah Subhanahu Wa Ta’ala tak akan menghilangkannya sampai kalian kembali kepada agama kalian.” (HR. Abu Dawud no. 3462 disebutkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Ash-Shahihah no. 11)

Kembali kepada agama Allah Subhanahu Wa Ta’ala dengan mempelajari aqidah yang benar dan menjauhkan kesyirikan serta melaksanakan berbagai ketatan dan meninggalkan kemaksiatan. Karena Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah berjanji:

“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman diantara kamu dan mengerjakan amal-amal yang shalih bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap beribadah kepada-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” (An-Nur: 55)

 

Mudah-mudahan Allah Subhanahu Wa Ta’ala memberikan keistiqamahan kepada kita, serta memberikan taufiq dan inayah-Nya dalam usaha mendakwahkan aqidah tauhid kepada umat.

 

Wallahu a’lam bish-shawab.

 

 

Sumber : 
Membendung Gelombang Kesyirikan Dan Penyimpangan Akidah (ditulis oleh: Al-Ustadz Abdurrahman Mubarak)

Tuesday, September 25, 2012

Contoh-contoh Perbuatan Syirik dan Bid’ah

 











Inilah beberapa contoh perbuatan/ibadah yang berpengaruh terhadap Aqidah Islam seorang muslim.
Semoga ini bisa membantu kita memahami contoh-contoh perbuatan Syirik dan Bid’ah yang mungkin kita temui dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan kita.  Barangsiapa menempuh jalan lain (syirik dan bid’ah), atau menyangka bahwa amalan ibadahnya akan dibalas dengan kenikmatan jannah (surga) meskipun tanpa menuntut ilmu, maka akan sia-sialah ibadahnya meskipun dengan susah-payah dia menjalaninya. Bahkan dia akan menjadi orang yang merugi karena sia-sia amalannya. Dirinya menyangka telah banyak beramal, padahal apa yang dilakukan adalah amalan bid’ah yang tidak akan diterima oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Bahkan yang dilakukan adalah perbuatan syirik yang akan menjadi sebab gugurnya seluruh amal ibadah yang telah dilakukannya.



Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
Katakanlah: “Apakah akan Kami beritahukan kepada kalian tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?” Yaitu orang-orang yang telah sia-sia amalannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka telah berbuat sebaik-baiknya. (Al-Kahfi: 103-104)
Inilah beberapa contoh perbuatan/ibadah yang berpengaruh terhadap Aqidah Islam seorang muslim.
Ringkasan ini disarikan dari tanya jawab bersama Kibarul Ulama di Al-Lajnah Ad-Daimah lil Buhutsil ‘Ilmiyah wal Ifta’ (Komite Tetap untuk Pengkajian Ilmiah dan Fatwa, yang diketuai oleh Syaikh Bin Baz rahimahullah).

Diterjemahkan dari website resminya www.alifta.com yang disertai dengan link sumber-sumber fatwa untuk memudahkan pembaca mempelajari dalil-dalil dan penjelasannya secara detail. Semoga bermanfaat bagi kaum muslimin dan menjadi amal shalih bagi yang menerjemahkannya, mempelajarinya dan menyebarkannya.


50 Tanya-Jawab Seputar Aqidah Islam :
1. Seorang yang meyakini ada selain Allah yang mengatur alam ini
Jawab: Barangsiapa meyakini seperti itu kafir

2. Sekelompok orang ber-istighotsah (meminta pertolongan ketika musibah) kepada selain Allah
Jawab: Mereka telah berbuat syirik besar

3. Istighotsah kepada orang yang tidak hadir, serta orang mati.  (istighotsah adalah meminta pertolongan di kala susah, red )
Jawab: Syirik besar

4. Bolehkah sholat menjadi makmum kepada orang yang ber-istighotsah kepada penghuni kubur?
Jawab: Tidak sah sholat dengan bermakmum kepadanya, karena dia seorang yang menyekutukan Allah

5. Bolehkah seorang berdoa: “Jawablah wahai para pengawal asmaul husna untuk mengabulkan hajatku?”
Jawab: Syirik besar, karena itu adalah doa kepada selain Allah

6. Minta tolong kepada orang mati
Jawab: Syirik besar, karena itu adalah doa (permohonan) kepada selain Allah

7. Minta tolong dari seorang yang tidak hadir
Jawab: Hendaklah dinasihatkan, jika pelaku tidak meninggalkan kesyirikan itu maka dia musyrik

8. Dzikir berjama’ah dengan satu suara (koor) seperti cara kaum Sufi
Jawab: Bid’ah

9. Berdoa kepada selain Alah seperti kepada para wali dan orang-orang shalih
Jawab: Syirik besar yang mengeluarkan pelakunya dari Islam

10. Mengaku tahu ilmu ghaib
Jawab: Kufur

11. Berdoa (memohon, red) kepada para Nabi dan wali yang sudah mati
Jawab: Syirik besar

12. Seorang yang ber-istigotsah dengan para wali ketika musibah. (istighotsah adalah meminta pertolongan di kala susah, red )
Jawab: Syirik besar

13. Bertawasul dalam doa dengan kehormatan Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam, atau kehormatan sahabat dan selainnya.  (Tawassul adalah mengambil sarana/wasilah agar do’a atau ibadahnya dapat lebih diterima dan dikabulkan. Al-wasilah menurut bahasa berarti segala hal yang dapat menyampaikan dan mendekatkan kepada sesuatu.,red)
Jawab: Tidak boleh (karena tidak berdasarkan dalil yang shahih, penj.)

14. Istighotsah dengan orang mati atau orang hidup yang tidak hadir, baik jin, malaikat maupun manusia.  (istighotsah adalah meminta pertolongan di kala susah, red )
Jawab: Syirik besar

15. Menjampi orang yang sakit dengan bacaan Al-Qur’anul Karim dan dzikir-dzikir (yang ada dalilnya)
Jawab: Hal itu disyariatkan

16. Bertawasul dalam doa dengan nama-nama Allah Ta’ala yang maha baik.  (Tawassul adalah mengambil sarana/wasilah agar do’a atau ibadahnya dapat lebih diterima dan dikabulkan. Al-wasilah menurut bahasa berarti segala hal yang dapat menyampaikan dan mendekatkan kepada sesuatu.,red)
Jawab: Hal itu disyariatkan

17. Apakah boleh seorang berkata: Ya Mu’in (Wahai Yang Maha Penolong) Ya Robb (Wahai Robb)?
Jawab: Boleh

18. Istighotsah dan bergantung kepada jin demi terkabulnya hajat
Jawab: Syirik dalam ibadah

19. Seorang muslim ketika hendak berdiri maupun duduk selalu mengucapkan: Ya Aba Qosim, Ya Syaikh Abdul Qodir Jailani
Jawab: Termasuk syirik besar

20. Istighotsah kepada selain Allah untuk kesembuhan orang sakit, menurunkan hujan, atau memanjangkan umur
Jawab: Termasuk syirik besar

21.  Seorang muslim mukallaf yang berkeyakinan bolehnya bernadzar dan menyembelih untuk orang-orang mati
Jawab : Keyakinannya itu termasuk syirik besar

22. Hukum meminta tolong dengan kuburan para wali, tawaf mengitarinya, mencari berkah dengan batu-batuannya dan bernadzar untuk para wali tersebut
Jawab : Syirik besar

23.  Meminta tolong kepada para wali yang telah mati, memayungi kuburannya dan bertawasul dengan mereka
Jawab : Syirik besar (adapun memayungi kuburannya termasuk bid’ah yang mengantarkan kepada syirik)

24. Hukum nadzar
Jawab : Tidak disyariatkan

25. Bernadzar untuk selain Allah
Jawab : Syirik besar

26.  Bernadzar untuk kuburan para ulama
Jawab : Syirik (besar)

27. Bersujud dan menyembelih di atas kuburan
Jawab :  Paganisme Jahiliyah dan syirik besar

28. Menyembelih untuk mayyit yang mengaku wali Allah
Jawab : Termasuk syirik (besar)

29. Menyembelih untuk jin demi mencari keridhaannya, mengharap terkabulnya hajat atau agar selamat dari kejahatannya
Jawab : Syirik besar

30. Menyembelih (untuk selain Allah) di kuburan para wali
Jawab : Syirik (besar)

31. Ziarah kuburan para wali untuk menyembelih kambing atau ayam demi terkabulnya hajat-hajat
Jawab : Hal itu tidak boleh, bahkan termasuk syirik (apabila dipersembahkan kepada para wali tersebut)

32. Menyembelih hewan untuk hidangan bagi tamu
Jawab : Boleh

33. Hukum bersedekah dan makan dari hewan yang disembelih dalam rangka (merayakan) kelulusan atau keselamatan dari kecelakaan dan yang semisalnya
Jawab : Tidak apa-apa

34. Bolehkah membaca surat Al-Ikhlas, Al-Falaq, An-Nas dan Al-Fatihah untuk berobat
Jawab : Termasuk ruqyah yang dibolehkan

35. Pengobatan kesurupan jin yang sesuai syar’i.
Jawab : Diruqyah dengan bacaan Al-Qur’an dan dzikir-dzikir yang shohih

36. Apakah boleh seorang muslim berdoa dengan nama-nama Allah demi kesembuhan dari penyakit
Jawab : Boleh

37. Pengaruh ‘ain (bisa menjadi sebab kemudharatan bagi orang lain). (Penyakit ‘ain atau pandangan mata adalah pandangan seseorang terhadap sesuatu yang dianggap menakjubkan disertai dengan rasa dengki, sehingga mengakibatkan bahaya terhadap yang dipandangnya, red)
Jawab : Benar-benar terjadi (dengan izin Allah) dan telah dimaklumi

38. Apakah boleh mengobati ‘ain dengan pengasapan tawas, tumbuhan dan daun-daunan? (Penyakit ‘ain atau pandangan mata adalah pandangan seseorang terhadap sesuatu yang dianggap menakjubkan disertai dengan rasa dengki, sehingga mengakibatkan bahaya terhadap yang dipandangnya, red)
Jawab : Tidak boleh (seharusnya dengan ruqyah syar’iyyah).

39. Seorang wanita yang kesurupan jin wanita, apakah boleh membakarnya agar jin itu keluar?
Jawab : Tidak boleh membakarnya secara mutlak

40. Meletakkan mushaf di wajah untuk mengusir setan

Jawab : Tidak selayaknya (mushaf dibuat seperti itu)

41. Membawa mushaf (Al-Qur’an) dan meletakkannya di mobil atau pada perhiasan rumah, sekedar untuk menolak hasad (iri hati) atau sebagai penjagaan
Jawab : Tidak boleh

42. Membaca (Al-Qur’an) di air zam-zam untuk diberikan kepada si sakit
Jawab : Tidak apa-apa

43. Membaca (Al-Qur’an) di air untuk diberikan kepada si sakit
Jawab : Tidak apa-apa

44.  Mengenakan sebuah besi atas wanita yang baru melahirkan atau anak yang baru dikhitan, untuk mendapatkan manfaat atau menolak mudharat
Jawab : Termasuk syirik besar

45. Sujud kepada selain Allah Ta’ala, seperti kepada wali, orang mati, pimpinan tarekat, setelah mendapatkan penjelasan hukumnya, namun tetap mengucapkan dua kalimat syahadat
Jawab : Kekafiran dan murtad dari Islam

46. Rukuk kepada makhuk, seperti kepada orang tua
Jawab :  Tidak boleh karena termasuk syirik

47.  Sumpah dengan selain Allah Ta’ala, seperti dengan nama malaikat, nabi atau makhluq yang lain
Jawab :  Haram (syirik kecil)

48. Hukum Islam terhadap orang yang meminta tolong kepada jin untuk mengetahui perkara-perkara ghaib
Jawab :  Tidak boleh karena termasuk syirik

49.  H I P N O T I S
Jawab :  Tidak boleh karena termasuk syirik (SIHIR)

50. Bersumpah dengan menyebut Al-Qur’an
Jawab :  Boleh bersumpah dengan nama Allah Ta’ala, sifat-sifat-Nya, dan Al-Qur’an termasuk kalamullah (sifat Allah: Al-Kalam)


Sumber :
http://nasihatonline.wordpress.com

Monday, September 24, 2012

Bentuk Syirik di Sekitar Kita (6) : Syirik dalam Niat Beramal karena dunia

Bentuk yang lain dari syirik dalam niat adalah seorang yang beribadah karena dunia, seperti karena harta, pangkat, status sosial, wanita, kehormatan, dan lain-lain.

 

Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah menyebutkan salah satu bab dalam Kitabut Tauhid, “Termasuk kesyirikan, seorang yang beramal karena dunia”, kemudian beliau menyebutkan firman Allah Ta’ala:

 

“Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan?” (Hud: 15, 16)

 

 

Pengecualian: Diperkecualikan dalam masalah ini, amalan-amalan tertentu yang diizinkan oleh Allah Ta’ala untuk seorang berniat karena Allah dan juga berniat untuk mendapatkan ganjaran dari Allah di dunia. Yakni yang disebutkan dalam nash tentang amalan tertentu, seperti berjihad karena Allah dan juga untuk mendapatkan ghanimah (harta pampasan perang), Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:

“Barangsiapa yang membunuh musuh (di medan jihad), maka harta orang tersebut menjadi miliknya.” (HR. Malik dalam Al-Muwattho’, no. 1656, dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah dalam tahqiq kitab Al-Ayat Al-Bayyinat karya al-Imam Al-Alusi rahimahullah, hal. 56)

 

Contoh lain, seorang yang menyambung silaturrahim karena Allah dan juga untuk mendapatkan keluasan rezeki. Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:

“Barangsiapa yang ingin diluaskan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, maka hendaklah ia menyambung kekerabatan.” (HR. Al-Bukhari, no. 5639)

Hal ini diperkecualikan karena telah disebutkan ganjaran-ganjaran tersebut dalam nash, adapun yang tidak disebutkan dalam nash maka tidak boleh. Namun tentunya, jika niat seseorang ikhlas hanya karena Allah semata dalam beramal, itu yang lebih utama.



Bagaimana membedakan tauhid dengan syirik besar dan syirik kecil dalam niat?

Asy-Syaikh Hafiz al-Hakami rahimahullah berkata,

 

“(Pertama): Apabila faktor pendorong dalam beramal adalah niat karena Allah dan kehidupan akhirat (surga Allah), selamat dari riya’ dan sesuai dengan petunjuk syari’at maka itulah amal shalih yang diterima (tauhid).

 

(Kedua): Apabila faktor pendorong dalam beramal adalah niat selain karena Allah maka termasuk kemunafikan besar (syirik besar), sama saja apakah seorang beramal karena kedudukan, kepemimpinan dan mengejar dunia, maupun seorang yang beramal demi menjaga keselamatan jiwa dan hartanya, dan selainnya.” (Ma’arijul Qabul, 2/493)

“(Ketiga): Apabila faktor pendorong dalam beramal adalah niat karena Allah dan surga-Nya namun dimasuki oleh riya’ dalam menghiasi dan membaguskannya, maka inilah yang dinamakan oleh Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam dengan syirik kecil.” (Ma’arijul Qabul, 2/494)

 

Bagaimana dengan orang-orang yang belajar di universitas atau di tempat lainnya untuk meraih ijazah atau gelar?

Asy-Syaikh Al-‘Utsaimin rahimahullah menjelaskan, “Termasuk perbuatan syirik jika mereka tidak meniatkannya untuk meraih tujuan-tujuan yang syar’i. Maka kami katakan kepada mereka, “Jangan kalian niatkan hal tersebut untuk meraih kedudukan duniawi, tapi niatkan ijazah-ijazah tersebut sebagai sarana untuk bisa bekerja dalam bidang-bidang yang bisa memberi manfaat untuk sesama”, karena untuk bekerja di masa sekarang ini (pada umumnya) dipersyaratkan adanya ijazah, sedang mereka tidak bisa memberi manfaat kepada yang lainnya kecuali dengan sarana ini. Maka dengan itu niat menjadi selamat (dari syirik).” (Al-Qaulul Mufid, 2/91-92)

 

Bagaimana dengan seorang mujahid yang berperang dan mendapatkan ghanimah atau seorang ustadz yang mengajar dan mendapat gaji?

Asy-Syaikh As-Sa’di rahimahullah berkata, “Adapun orang yang beramal hanya karena Allah saja dan senantiasa menyempurnakan keikhlasannya, akan tetapi ia masih mengambil upah yang telah ditetapkan atas amalannya, yang dengan upah tersebut ia bekerja (untuk dunia) dan agama, seperti upah para pekerja sosial, mujahid yang mendapatkan ghanimah atau rezeki (gaji), pengelola masjid, pengajar sekolah dan berbagai macam kegiatan agama lainnya. Jika seseorang mengambil upah tersebut maka tidaklah berdampak pada iman dan tauhidnya, karena ia tidak bermaksud untuk mencari dunia dalam amalannya. Akan tetapi ia niatkan untuk agama, dan upah yang ia hasilkan pun diniatkan untuk tegaknya agama.” (Al-Qoulus Sadid, hal. 133)

 

Wallahu A’la wa A’lam.

 

 

Sumber :
Peringatan Dari Bahaya Syirik, oleh Al Ustadz Abu Abdillah Sofyan Chalid bin Idham Ruray

Kemerdekaan Menurut Islam

Salah satu hak setiap bangsa, golongan, masyarakat atau pribadi yaitu hak mendapatkan kemerdekaan lahir batin. Lalu, ba...