Monday, February 3, 2014

Bagaimana Meyakini Keberadaan Allah Subhanahu wa Ta'ala?

Mengenai keberadaan Allah Subhanahu wa Ta’ala, bisa dipastikan dengan empat argumen yang tak terbantahkan yakni: Fitrah, logika, panca indera, dan syariat. Argumen secara syariat diletakkan pada bagian akhir, bukan karena kedudukannya tidak penting, melainkan karena argumen akal (fitrah, logika, panca indera) lebih mudah diterima oleh orang-orang yang lemah atau belum beriman pada syariat Islam. Allahul Musta’an. 




1. Argumen Secara Fitrah
Bahwa setiap makhluk telah diberi fitrah untuk beriman dengan keberadaan penciptanya tanpa harus berpikir dan diajari terlebih dahulu. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengisyaratkan tentang hal ini di dalam Al-Qur`an melalui firman-Nya: “Dan (ingatlah), ketika Rabbmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): ‘Bukankah Aku ini Rabb kalian?’ Mereka menjawab: ‘Betul (Engkau Rabb kami), kami menjadi saksi.’ (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kalian tidak mengatakan: ‘Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Allah)’.” (Al-A’raf: 172)

Ayat di atas dengan gamblang menerangkan bahwa setiap manusia secara fitrah mengimani keberadaan dan Rububiyyah Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tak ada yang berpaling dari tuntutan fitrah ini melainkan karena penyimpangan yang muncul di dalam jiwanya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tidaklah seorang anak dilahirkan melainkan di atas fitrah, kedua orangtuanyalah yang mengubahnya menjadi seorang Yahudi, Nashrani, atau Majusi.” (HR. Al-Bukhari dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)

2. Argumen Secara Logika
Bahwa seluruh makhluk yang berada di jagad raya ini pasti ada yang menciptakan. Tidak mungkin mereka menciptakan diri mereka sendiri. Karena sesuatu yang awalnya tidak ada tidak mungkin menciptakan dirinya sendiri. Demikian pula, mereka tidak mungkin tercipta secara tiba-tiba (ada dengan sendirinya) karena sesuatu yang baru tercipta pasti ada penciptanya. Bagaimana mungkin alam yang sedemikian teratur rapi dengan segala rangkaian yang sangat sesuai dan keterkaitan yang sangat erat antara sebab dengan akibat dan antara sebagian wujud dengan yang lainnya, akan dinyatakan tercipta secara tiba-tiba?

Sesuatu yang muncul secara tiba-tiba yang pada asalnya tercipta tanpa suatu keteraturan tidak mungkin dalam eksistensi dan perkembangannya akan terjadi keteraturan yang sedemikian rapi. Oleh sebab itu, Allah Yang Maha Agung mengungkap argumen yang logis ini di dalam Al-Qur`an untuk menggugah hati kaum musyrikin yang masih tertutup dari keimanan. Allah Subhanahu wa Ta’alaberfirman: “Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatu pun (yakni secara tiba-tiba) ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)? Ataukah mereka yang telah menciptakan langit dan bumi itu? Sebenarnya mereka tidak meyakini (apa yang mereka katakan). Ataukah di sisi mereka ada perbendaharaan Rabbmu atau mereka pula yang berkuasa?” (At-Thur: 35-37)

Jubair bin Muth’im radhiyallahu ‘anhu ketika masih dalam keadaan musyrik, pernah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca ayat-ayat ini. Beliau radhiyallahu ‘anhu berkata: “Hampir saja hatiku terbang, itulah saat pertama keimanan menancap di dalam hatiku.” (HR. Al-Bukhari)

Diriwayatkan bahwa sekumpulan orang-orang India yang menganut aliran As-Sumaniyyah mendatangi Abu Hanifah untuk mendebatnya dalam perkara eksistensi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Beliau dikenal sebagai seorang yang sangat cerdas. Beliau menyuruh mereka agar datang kembali setelah satu atau dua hari berikutnya. Kemudian mereka berkata, “Bagaimana pendapatmu tentang hal itu?” Beliau menjawab, “Aku sedang berpikir mengenai sebuah kapal yang penuh dengan muatan berupa berbagai barang dan mata pencaharian. Kapal itu berlayar mengarungi lautan dan akhirnya berlabuh di sebuah pelabuhan, lalu menurunkan barang-barangnya kemudian pergi. Padahal tidak ada nahkoda dan para buruh yang bekerja untuk mengangkat muatannya.” Mereka berkata, “Apakah engkau berpikir demikian?” Beliau menjawab, “Iya.” Mereka pun berkata, “Kalau begitu berarti engkau tidak punya akal. Apakah masuk akal bahwa sebuah kapal bisa berlayar, berlabuh, dan pergi kembali tanpa ada nahkodanya? Ini sama sekali tidak masuk akal.” Beliau menjawab, “Bagaimana akal kalian tidak bisa menerima hal ini, namun bisa menerima bahwa langit, matahari, bulan, bintang-bintang, gunung-gunung, pepohonan, binatang-binatang melata, dan manusia secara keseluruhan tak ada Dzat yang telah menciptakannya?!”

Kisah lainnya, suatu ketika seorang Arab dusun pernah ditanya, “Bagaimana engkau mengenal Rabbmu?” Dia menjawab, “Jejak menunjukkan kepada bekas perjalanan. Tahi onta menunjukkan kepada keberadaan onta. Maka, langit yang memiliki gugusan-gugusan bintang, bumi yang memiliki lorong-lorong, dan lautan yang memiliki ombak-ombak, bukankah semua itu menunjukkan kepada Dzat Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat (yakni Allah Subhanahu wa Ta’ala)?”

3. Argumen Secara Panca Indera
Bahwasanya mengetahui keberadaan Allah Subhanahu wa Ta’ala melalui panca indera bisa ditangkap dari dua sisi: - Pengabulan doa dan pertolongan kepada orang-orang yang tertimpa kesusahan.
Kita mendengar dan menyaksikan bagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala mengabulkan doa orang-orang yang meminta kepada-Nya dan menolong orang-orang yang menghadapi kesusahan. Semuanya menunjukkan secara pasti tentang keberadaan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Dan (ingatlah kisah) Nuh, sebelum itu ketika dia berdoa, dan kami mengabulkan doanya, lalu kami selamatkan dia beserta keluarganya dari bencana yang besar.” (Al-Anbiya`:76)
“(Ingatlah), ketika kalian memohon pertolongan kepada Rabbmu, lalu Dia mengabulkannya bagi kalian: ‘Sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala bantuan kepada kamu dengan seribu malaikat yang datang berturut-turut’.” (Al-Anfal: 9)

Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan: “Seorang Arab dusun datang menemui Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pada hari Jum’at ketika beliau tengah berkhutbah. Dia berkata,Wahai Rasulullah, segenap harta telah binasa dan para keluarga telah lapar, maka berdoalah engkau kepada Allah untuk kami.’ Beliau pun mengangkat kedua tangannya seraya berdoa. Maka menggumpallah awan-awan laksana gunung-gunung. Tidaklah beliau turun dari mimbarnya, sampai aku melihat hujan menetes di atas jenggotnya. Kemudian pada Jum’at yang kedua, orang Arab dusun itu –atau mungkin juga yang selainnya– kembali berdiri. Dia berkata, ‘Wahai Rasulullah, bangunan-bangunan telah hancur dan segenap harta telah tenggelam, maka berdoalah engkau kepada Allah untuk kami.’ Beliau pun kembali mengangkat kedua tangannya sembari berdoa, ‘Ya Allah, (alihkanlah hujan itu) di sekitar kami dan bukan pada kami.’ Tidaklah beliau menunjuk kepada satu arah melainkan telah terbuka.” (HR. Al-Bukhari)

Pengabulan doa bagi orang-orang yang meminta kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala senantiasa menjadi sebuah perkara yang disaksikan sampai masa kita ini, selama mereka menyandarkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan sebenar-benarnya dan memenuhi syarat-syarat pengabulan doa.

- Mukjizat-mukjizat para Nabi
Manusia mendengar dan menyaksikan bagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala membela dan menolong para Nabi dan Rasul-Nya dengan pelbagai mukzijat di luar batas kemampuan manusia biasa. Semua itu adalah bukti konkret yang mengungkap keberadaan Dzat yang telah mengutus mereka dengan kebenaran. Di sana terdapat beberapa contoh nyata dan dikisahkan di dalam Al-Qur`an, di antaranya:
Yang pertama: Mukjizat Nabi Musa ‘alaihissalam ketika beliau diperintahkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’alauntuk memukulkan tongkatnya ke laut. Maka lautan terbelah menjadi duabelas jalan yang kering. Sementara air berada di antara jalan-jalan itu seperti gunung yang besar. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Lalu kami wahyukan kepada Musa: ‘Pukullah lautan itu dengan tongkatmu.’ Maka terbelahlah lautan itu dan tiap-tiap belahan adalah seperti gunung yang besar.” (As-Syu’ara`: 63)

Yang kedua: Mukjizat Nabi ‘Isa ‘alaihissalam ketika beliau melakukan beberapa perkara yang benar-benar di luar batas kemampuan manusia biasa. Di antaranya, beliau bisa menghidupkan kembali orang yang sudah meninggal dan mengeluarkannya dari kubur mereka dengan seizin Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Dan (sebagai) Rasul kepada Bani Israil (lalu berkata kepada mereka): ‘Sesungguhnya aku telah datang kepada kalian dengan membawa suatu tanda (mukjizat) dari Rabb kalian, yaitu aku membuat untuk kalian dari tanah berbentuk burung; Kemudian aku meniupnya, maka ia menjadi seekor burung dengan seizin Allah. Dan aku menyembuhkan orang yang buta sejak dari lahirnya dan orang yang berpenyakit sopak. Dan aku menghidupkan orang mati dengan seizin Allah. Dan aku kabarkan kepada kalian apa yang kalian makan dan apa yang kalian simpan di rumah kalian. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat sesuatu tanda (kebenaran kerasulanku) bagi kalian, jika kalian sungguh-sungguh beriman’.” (Ali ‘Imran: 49)

“(Ingatlah), ketika Allah mengatakan: Hai Isa putra Maryam, ingatlah nikmat-Ku kepadamu dan kepada ibumu di waktu Aku menguatkan kamu dengan Ruhul Qudus. Kamu dapat berbicara dengan manusia di waktu masih dalam buaian dan sesudah dewasa; dan (Ingatlah) di waktu Aku mengajar kamu menulis, hikmah, Taurat dan Injil, dan (ingatlah pula) di waktu kamu menjadikan dari tanah (suatu bentuk) yang berupa burung dengan ijin-Ku, Kemudian kamu meniupnya, lalu bentuk itu menjadi burung (yang sebenarnya) dengan seizin-Ku. dan (Ingatlah) di waktu kamu menyembuhkan orang yang buta sejak dalam kandungan ibu dan orang yang berpenyakit sopak dengan seizin-Ku. Dan (Ingatlah) di waktu kamu mengeluarkan orang mati dari kubur (menjadi hidup) dengan seizin-Ku, dan (Ingatlah) di waktu Aku menghalangi Bani Israil (dari keinginan mereka membunuh kamu) di kala kamu mengemukakan kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata, lalu orang-orang kafir di antara mereka berkata: “Ini tidak lain melainkan sihir yang nyata.” (Al-Ma`idah: 110)

Yang ketiga: Mukjizat Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika beliau diminta oleh orang-orang Quraisy untuk mendatangkan sebuah tanda kebenaran kenabian dan kerasulannya. Maka beliau memberi isyarat ke arah bulan yang kemudian terbelah menjadi dua, dan manusia pun menyaksikannya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Telah dekat datangnya hari kiamat dan telah terbelah bulan. Dan jika mereka (orang-orang musyrikin) melihat suatu tanda (mukjizat), mereka berpaling dan berkata: ‘(Ini adalah) sihir yang terus menerus’.” (Al-Qamar: 1-2)

Demikianlah tanda-tanda kebesaran Allah Subhanahu wa Ta’ala yang bisa ditangkap oleh panca indera sebagaimana tersebut di atas, yang merupakan mukjizat-mukjizat yang dengannya Allah Subhanahu wa Ta’ala membela dan menolong para Nabi dan Rasul-Nya. Sekali lagi perlu ditegaskan bahwa semua itu menunjukkan keberadaan Dzat Yang Maha Pencipta atas seantero alam ini.

4. Argumen Secara Syariat
Bahwasanya seluruh kitab samawi telah berbicara tentang keberadaan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Segala hukum yang termuat di dalamnya mengandung kemaslahatan-kemaslahatan bagi para makhluk. Yang demikian ini menunjukkan bahwa kitab-kitab itu datang dari sisi Dzat Yang Maha Bijaksana lagi Mengetahui kebaikan-kebaikan bagi para hamba. Seluruh peristiwa yang diberitakan-Nya dan dipersaksikan kebenarannya oleh realita kehidupan manusia juga menunjukkan bahwa kitab-kitab itu datang dari Rabb Yang Maha Kuasa untuk mewujudkan apa saja yang telah dikabarkan-Nya.


Sumber:
(Tulisan ini telah disunting dan diringkas pada beberapa bagian dari sumbernya yaitu : tulisan Al-Ustadz Abdul Mu’thi, berjudul Tauhid Rububiyyah‎, Bukan Sekedar Pengakuan (http://mimbarislami.or.id/?module=artikel&opt=default&action=detail&arid=126) . Perubahan serta kemungkinan terjadi kesalahan makna dan tujuan dari sumber asli tulisan adalah menjadi tanggungjawab pengelola blog http://www.kebunhidayah.wordpress.com . Edit kami lakukan agar tulisan bisa lebih singkat, padat dan menggunakan bahasa yang lebih sederhana. Bila ingin membaca selengkapnya silahkan baca sumber aslinya.)


Kemerdekaan Menurut Islam

Salah satu hak setiap bangsa, golongan, masyarakat atau pribadi yaitu hak mendapatkan kemerdekaan lahir batin. Lalu, ba...