Kebahagiaan yang Hakiki dengan Aqidah
Orang yang beriman kepada Allah dan mewujudkan keimanannya tersebut
dalam amal mereka adalah orang yang bahagia di dalam hidup. Merekalah
yang apabila mendapatkan ujian hidup merasa bahagia dengannya karena
mengetahui bahwa semuanya berasal dari Allah. Dan di balik kejadian
ini ada hikmah-hikmah yang belum terbetik pada dirinya yang dirahasiakan
Allah sehingga menjadikan dia bersabar menerimanya. Dan jika mereka
mendapatkan kesenangan, mereka bahagia dengannya karena mereka
mengetahui bahwa semuanya itu datang dari Allah yang mengharuskan dia
bersyukur kepada-Nya.
Alangkah bahagianya hidup kalau setiap waktunya selalu dalam kebaikan. Bukankah sabar itu merupakan kebaikan? Dan bukankah bersyukur itu merupakan kebaikan? Di antara sabar dan syukur ini orang-orang yang beriman berlabuh dengan bahtera imannya dalam mengarungi lautan hidup. Allah berfirman: “Jika kalian bersyukur (atas nikmat-nikmat-Ku), niscaya Aku akan benar-benar menambahnya kepada kalian. Dan jika kalian mengkufurinya maka sesungguhnya adzab-Ku sangat pedih.” (Ibrahim: 7). Rasulullah bersabda: “Dan tidaklah seseorang diberikan satu pemberian yang lebih baik dan lebih luas dari pada kesabaran.” (Shahih, HR. Al-Bukhari dan Muslim)
“Kesabaran itu adalah cahaya.” (Shahih, HR. Ahmad, Al-Bukhari, dan Muslim)
‘Umar bin Al-Khaththab berkata: “Kami menemukan kebahagiaan hidup bersama kesabaran.” (HR. Al-Bukhari)
Mari kita mendengar bagaimana keheranan Rasululah atas kehidupan
orang-orang yang beriman di mana mereka selalu dalam kebaikan siang dan
malam: “Sungguh sangat mengherankan urusannya orang yang beriman, di mana semua
urusannya adalah baik dan yang demikian itu tidak didapati kecuali oleh
orang yang beriman. Kalau dia mendapatkan kesenangan dia bersyukur,
maka yang demikian itu merupakan kebaikan baginya. Dan kalau dia ditimpa
mudharat dia bersabar, maka itu merupakan satu kebaikan baginya.”
(Shahih, HR. Muslim)
As-Sa’di mengatakan: “Rasulullah memberitakan bahwa seorang yang beriman kepada Allah I berlipat-lipat ganjaran kebaikan dan buahnya yang diperoleh dalam setiap keadaan yang dilaluinya baik senang atau duka. Dari sini, bila dua orang ditimpa dua hal tersebut kamu akan mendapati perbedaan yang jauh pada dua orang tersebut. Yang demikian itu disebabkan karena perbedaan tingkat keimanan yang ada pada mereka berdua.” (Lihat Kitab Al-Wasailul Mufiidah lil hayati As-Sa’idah hal. 12)
Dalam meraih kebahagiaan hidup, manusia terbagi menjadi tiga golongan.
Pertama, orang yang mengetahui jalan tersebut dan berusaha untuk
menempuhnya walaupun harus menghadapi resiko yang sangat dahsyat. Dia
mengorbankan segala apa yang disyaratkan perjuangan itu meski harus
mengorbankan nyawa. Dia mempertahankan diri dari amukan badai kehidupan
dan berusaha menggandeng tangan keluarganya untuk bersama-sama
menyelamatkan diri. Yang menjadi syi’arnya adalah firman Allah : “Hai orang-orang yang beriman jagalah diri-diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka.”
Karena perjuangan yang gigih tersebut, Allah mencatatnya termasuk ke
dalam barisan orang-orang yang tidak merugi dalam hidup dan selalu
mendapat kemenangan di dunia dan di akhirat sebagaimana telah disebutkan
dalam surat Al-‘Ashr ayat 1-3 dan surat Al-Mujadalah ayat 22. Mereka
itulah orang-orang yang beriman dan beramal shalih. Dan merekalah
pemilik kehidupan yang hakiki.
Kedua, orang yang mengetahui jalan kebahagiaan yang hakiki namun
dikarenakan kelemahan iman yang ada pada dirinya menyebabkan dia
menempuh jalan lain dengan cara menghinakan dirinya di hadapan hawa
nafsu. Mendapatkan kegagalan demi kegagalan ketika bertarung melawannya.
Mereka adalah orang-orang yang lebih memilih kebahagiaan yang semu
daripada harus meraih kebahagiaan yang hakiki di dunia dan di akhirat
kelak. Menanggalkan baju ketakwaannya, mahkota keyakinannya, dan
menggugurkan ilmu yang ada pada dirinya. Mereka adalah barisan
orang-orang yang lemah imannya.
Ketiga, orang yang sama sekali tidak mengetahui jalan kebahagiaan
tersebut sehingga harus berjalan di atas duri-duri yang tajam dan
menyangka kalau yang demikian itu merupakan kebahagiaan yang hakiki.
Mereka siap melelang agamanya dengan kehidupan dunia yang fana dan siap
terjun ke dalam kubangan api yang sangat dahsyat. Orang seperti inilah
yang dimaksud Allah dalam surat Al-‘Ashr ayat 2 yaitu “Orang-orang
yang pasti merugi” dan yang disebutkan Allah dalam surat AlMujadalah
ayat 19 yaitu “Partai syaitan yang pasti akan merugi dan gagal.” Dan
mereka itulah yang dimaksud Rasulullah dalam sabda beliau: “Di pagi hari seseorang menjadi mukmin dan di sore harinya menjadi kafir
dan di sore harinya mukmin maka di pagi harinya dia kafir. Dan dia
melelang agamanya dengan harga dunia.” (Shahih, HR. Muslim)
Banyak pelajaran yang bisa kita ambil dari hadits Rasulullah. Di
antaranya bahwa kebahagiaan hidup dan kemuliaan ada bersama keteguhan
dalam berpegang dengan agama dan bersegera mewujudkannya dalam bentuk
amal shalih. Selain itu juga larangan menunda amal yang pada akhirnya
seseorang terjatuh ke dalam perangkap syaitan yaitu merasa aman dari
balasan tipu daya Allah. Hidup harus bertarung dengan fitnah. Maka,
jangan sampai kita menemukan kegagalan dan terjatuh pada kehinaan di
hadapan Allah dan di mata makhluk-Nya. Wallahu A’lam.
Sumber:
ditulis oleh: Al-Ustadz Abdurrahman Lombok.
gambar:http://informasitips.com
No comments:
Post a Comment