Keutamaan dan keagungan mendalami ilmu Al-Asmâ` Al-Husnâ akan lebih jelas dengan memperhatikan beberapa keterangan berikut ini:
Satu : Mempelajari ilmu tentang nama-nama dan sifat-sifat Allah adalah ilmu yang paling mulia dan paling utama, yang paling tinggi kedudukannya dan paling agung derajatnya. Tentunya hal ini sangat dimaklumi. Karena kemulian suatu ilmu pengetahuan tergantung pada jenis pengetahuan yang dipelajari dalam ilmu itu. Sedangkan telah dimaklumi pula bahwa tiada yang lebih mulia dan lebih utama dari pengetahuan tentang nama-nama dan sifat-sifat Allah yang terkandung dalam Al-Qur`ân yang mulia dan Sunnah Nabi shollallâhu ‘alaihi wa ‘alâ âlihi wa sallam.
Berkata Abu Bakr Ibnu Al-‘Araby rahimahullâh, “Kemuliaan sebuah ilmu tergantung apa yang diilmui padanya. Sedang (mengenal Allah) Al-Bârî adalah semulia-mulia pengetahuan. Maka mengilmui tentang nama-nama-Nya adalah ilmu yang paling mulia.” [1]
Maka mempelajari dan mendalami makna Al-Asmâ` Al-Husnâ adalah amalan yang paling utama dan mulia.
Dua : Mengenal Allah dan memahami nama-nama dan sifat-sifat-Nya akan menambah kecintaan hamba kepada Rabbnya, akan membuatnya semakin mengagungkan dan membesarkan-Nya, lebih mengikhlaskan segala harapan dan tawakkal hanya untuk-Nya dan membuat rasa takutnya kapada Allah semakin mendalam. Dan kapan pengetahuan dan pemahaman seorang hamba terhadap nama-nama dan sifat-sifat Rabbnya semakin kuat dan mendalam, maka akan semakin kuat pula tingkat penghambaannya kepada Allah, dan akan semakin tulus sikapnya berserah diri kepada syari’at Allah, serta dia akan semakin tunduk kepada perintah Allah dan semakin jauh meninggalkan larangan-Nya.
Tiga : Mengenal Allah dengan nama-nama dan sifat-sifat-Nya adalah dasar keimanan dan dengan itu pula iman akan semakin bertambah.
Berkata Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Si’dy rahimahullâh, “Sesungguhnya beriman terhadap Al-Asmâ` Al-Husnâ dan mengenalnya mencakup tiga jenis tauhid; tauhid Rubûbiyah, tauhid Ulûhiyah dan tauhid Al-Asmâ` wa Ash-Shifât. Dan tiga jenis tauhid ini adalah perputaran iman dan ruhnya, pokok dan puncaknya. Maka setiap kali pengetahuan hamba terhadap nama-nama dan sifat-sifat Allah semakin bertambah, maka akan bertambah pula keimanannya dan akan semakin kuat keyakinannya.” [2]
Demikian pula sebaliknya, siapa yang kurang pengetahuannya terhadap nama-nama dan sifat-sifat Allah, maka kurang pula keimanannya.
Dan siapa yang mengenal Allah, maka ia akan mengenal segala yang selain Allah. Dan siapa kebalikan dari itu, maka perhatikanlah firman-Nya, “Dan janganlah kalian seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik.” [Al-Hasyr :19]
Cermatilah ayat di atas, tatkala ia lupa terhadap Allah, maka Allah membuatnya lupa kepada dirinya sendiri, lupa terhadap apa-apa yang merupakan kebaikannya dan lupa akan sebab-sebab keberuntungannya di dunia dan akhirat.
Empat : Sesungguhnya Allah Subhânahu wa Ta’âlâ yang mengadakan makhluk yang sebelumnya mereka tidaklah pernah terwujud dan tidak pernah tersebut. Dan Allah ‘Azza wa Jalla memudahkan untuk mereka apa yang di langit dan di bumi, dan memberikan kepada mereka berbagai nikmat yang tidak mungkin bisa dijumlah dan dihitung. Seluruh hal tersebut agar mereka mengenal Allah dan menyembah-Nya. Allah Jalla Sya`nuhu berfirman, “Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah Allah berlaku padanya, agar kalian mengetahui bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah, ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu.” [Ath-Tholâq :12]. Dan Allah Tabâraka wa Ta’âlâ berfirman, “Katakanlah: “Sesungguhnya patutkah kalian kafir kepada Yang menciptakan bumi dalam dua hari dan kalian adakan sekutu-sekutu bagi-Nya? (Yang bersifat) demikian itulah Rabb semesta alam.” Dan Dia menciptakan di bumi itu gunung-gunung yang kokoh di atasnya. Dia memberkahinya dan Dia menentukan padanya kadar makanan-makanan (penghuni) nya dalam empat hari. (Penjelasan itu sebagai jawaban) bagi orang-orang yang bertanya. Kemudian Dia menuju langit dan langit itu masih merupakan asap, lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi: “Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa.” Keduanya menjawab: “Kami datang dengan suka hati”. ” [Fushshilat :9-11].
Dan Allah ‘Azza Dzikruhu menyatakan, “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. Aku tidak menghendaki rezki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi Aku makan. Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rezki Yang Mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh.” [Adz-Dzâriyât :56-57]
Maka usaha seorang hamba mengenal dan mempelajari nama-nama dan sifat-sifat Allah adalah sesuai dengan maksud penciptaannya. Dan meninggalkan hal tersebut dan menelantarkannya tergolong melalaikan maksud penciptaannya. Dan sangatlah tidak layak seorang makhluk yang lemah telah mendapatkan berbagai macan keutamaan dan telah merasakan beraneka ragam karunia dan nikmat Allah kemudian ia jahil terhadap Rabbnya dan berpaling dari mengenal kebesaran, nama-nama dan sifat-sifat-Nya.
Lima : Sesungguhnya Allah Subhânahu wa Ta’âlâ mencintai nama-nama dan sifat-sifat-Nya dan Allah mencintai nampaknya pengaruh nama-nama dan sifat-sifat-Nya pada makhluk. Dan hal ini tentunya bagian dari kesempurnaan Allah dengan nama-nama dan sifat-sifat-Nya.
Diantara nama-nama Allah ‘Azza wa Jalla adalah Ar-Rahmân dan Ar-Rahim [3] yang Maha merahmati makhluk dengan berbagai nikmat. –Sebagai contoh- perhatikan surah Ar-Rahmân yang dari awal surah hingga akhirnya menunjukkan rahmat Allah yang maha luas. Di awal surah, Allah Subhânahu wa Ta’âlâ berfirman, “..(Allah) Yang Maha Merahmati, Yang telah mengajarkan AlQur`ân. Dia menciptakan manusia, Mengajarnya pandai berbicara. Matahari dan bulan (beredar) menurut perhitungan. Dan tumbuh-tumbuhan dan pohon-pohonan kedua-duanya tunduk kepada-Nya. Dan Allah telah meninggikan langit dan Dia meletakkan neraca (keadilan). Supaya kalian jangan melampaui batas tentang neraca itu. Dan tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kalian mengurangi neraca itu. Dan Allah telah meratakan bumi untuk makhluk-(Nya). di bumi itu ada buah-buahan dan pohon kurma yang mempunyai kelopak mayang. Dan biji-bijian yang berkulit dan bunga-bunga yang harum baunya. Maka nikmat Rabb kalian yang manakah yang kalian dustakan?”…[Ar-Rahmân : 1-13]. Dan Allah berfirman, “Maka perhatikanlah bekas-bekas rahmat Allah, bagaimana Allah menghidupkan bumi yang sudah mati. Sesungguhnya (Rabb yang berkuasa seperti) demikian benar-benar (berkuasa) menghidupkan orang-orang yang telah mati. Dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.” [Ar-Rûm :50]
Dan karena rahmat Allah, Allah mencintai hamba-hamba-Nya yang mepunyai sifat merahmati makhluk lainnya sebagaimana yang ditunjukkan dalam nash-nash dalil yang sangat banyak.
Dan Allah Subhânahu wa Ta’âlâ adalah Al-Alîm (Yang Maha mengetahui) dan Allah mencintai orang-orang yang berilmu sebagaimana yang nash-nash dalil yang sangat banyak.
Dan Allah adalah At-Tawwâb (Maha Menerima taubat) dan Allah mencintai orang-orang yang bertaubat, “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.” [Al-Baqarah :222]
Dan demikan seterusnya.
Berkata Ibnul Qayyim rahimahullâh, “Demikianlah keadaan nama-nama Allah yang maha husnâ. Makhluk yang paling Dia cintai adalah siapa yang bersifat dengan konsekwensi dari (Al-Asmâ` Al-Husnâ itu). Dan (makhluk) yang paling Dia benci adalah siapa yang bersifat dengan kebalikan dari (Al-Asmâ` Al-Husnâ itu). Karena itu (Allah) membenci orang yang kafir, zholim, jahil, keras hatinya, bakhil, penakut, hina, dan bejat. Sedang (Allah) Subhânahu adalah Jamîl (Maha indah, elok) cinta kepada keindahan, Alîm cinta terhadap ulama, Rahîm cinta kepada orang yang merahmati, Muhsin (Maha Memberi kebaikan) cinta kepada orang yang berbuat kebaikan, Syakûr (Maha Pembalas Jasa) cinta kepada orang yang bersyukur, Shabûr (Yang Maha Sabar) [4] cinta kepada orang yang bersabar, Jawwâd (Maha Dermawan) [5] cinta kepada orang-orang yang dermawan dan berbuat kebajikan, Sattâr [6]cinta kepada As-Sitr, Qodîr mencela kelemahan -“dan mukmin yang kuat lebih Dia cintai dari mukmin yang lemah”-[7], Afuw (Maha Pemaaf) cinta kepada sifat pemaaf, dan Witr (Yang Maha Satu) cinta kepada yang witir [8]. Setiap yang dicintai oleh Allah maka itu dari pengaruh nama-nama dan sifat-sifat-Nya dan konsekwensinya. Dan setiap yang Dia benci maka itu dari apa yang bertentangan dan berlawanan dengannya.” [9]
Enam : Orang yang benar-benar mengenal Allah ‘Azza wa Jalla akan berdalil dengan sifat-sifat dan perbuatan Allah terhadap apa yang Dia perbuat dan apa yang Dia syari’atkan. Karena seluruh perbuatan Allah adalah keadilan, keutamaan, dan hikmah, yang telah menjadi konsekwensi dari nama-nama dan sifat-sifat-Nya. Maka tidak suatu apapun yang Dia syari’atkan kecuali sesuai dengan konsekwensi tersebut. Sehingga segala yang Allah beritakan adalah suatu yang hak dan benar dan segara perintah dan larangannya adalah keadilan dan hikmat.
Misalnya seorang hamba memperhatikan Al-Qur`ân dan apa yang Allah beritakan kepada makhluk melalui lisan para rasul tentang nama-nama, sifat-sifat dan perbuatan-Nya, dan tentang harus mensucikan dan membesarkan Allah dari segala yang tidak layak. Juga ia memperhatikan bagaimana perbuatan Allah terhadap para wali yang memurnikan ibadah hanya kepada-Nya dan kenikmatan yang mereka peroleh karena itu ataupun ia memperhatikan bagaimana keadaan orang-orang yang menetang-Nya dan kebinasan akibat perbuatan mereka. Dengan hal ini, orang-orang yang memahami nama-nama dan sifat-sifat-Nya akan berdalilkan bahwa Allah adalah satu-satu-Nya Ilah yang berhak diibadahi, “Yang Maha mampu atas segala sesuatu”, “Yang Maha Mengetahui segala sesuatu”, “Yang Keras siksaannya”, “Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”, “Yang Maha Berkuasa lagi Maha Bijaksana”, “Yang Maha melakukan apa yang Dia kehendaki” dan seterusnya dari apa yang menujukkan rahmat, keadilan, keutamaan, dan hikmah Allah Jalla wa ‘Alâ.
Apabila seorang hamba memperhatikan hal di atas, maka tidaklah diragukan bahwa hal tersebut akan menambah keyakinannya, memperkuat imannya, mempersempurna tawakkalnya, dan semakin menambah penyerahan dirinya kepada Allah.
Tujuh : Mengenal Allah dan mempelajari nama-nama dan sifat-sifat-Nya adalah perniagaan yang sangat menguntungkan. Dan dari keuntungannya adalah membuat jiwa tenang, hati menjadi tentram, dada menjadi lapang dan bersinar, keindahan sorga Firdaus pada hari kiamat, melihat kepada wajah Allah Yang Maha Agung lagi Maha Mulia, meraih keridhaan Allah, dan selamat dari kemurkahan dan siksaan-Nya. Dan insya Allah akan lebih nampak lagi keuntungan-keuntungan tersebut pada uraian Al-Asmâ` Al-Husnâ yang akan diterangkan dalam rubrik ini secara bersambung.
Delapan : Berilmu tentang nama-nama dan sifat-sifat Allah adalah penjaga dari ketergelinciran, pembuka pintu amalan sholih, pemacu untuk menyonsong segala ketaatan, penghardik dari dosa dan maksiat, pembersih jiwa dari sikap-sikap tercela, penghibur di masa musibah dan petaka, pengawal menghadapi gangguan syaithan, penyeru kepada akhlak mulia dan fadhilah, dan lain sebagainya dari buah dan manfaat ilmu Al-Asmâ` Al-Husnâ.
Sembilan : Mempelajari nama-nama dan sifat-sifat Allah adalah dasar pokok untuk mengetahui segala ilmu pengetahuan selainnya. Karena yang dipelajari -selain dari ilmu tentang Allah Tabâraka wa Ta’âlâ- terbagi dua :
Satu : Makhluk-makhluk yang diadakan dan diciptakan oleh Allah Ta’âlâ.
Dua : Perintah-perintah yang Allah memerintah makhluk dengannya, baik itu perintah kauny maupun perintah syari’iy.
Sedangkan Allah Subhânahu wa Ta’âlâ telah berfirman, “Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah.” [Al-A’râf :54]
Dan telah dimaklumi bahwa segala ciptaan dan perintah Allah adalah baik dibangun di atas kemaslahatan, rahmat dan kasih sayang untuk segenap makhluk. Dan seluruh hal tersebut adalah pengaruh dari kandungan Al-Asmâ` Al-Husnâ. Karena itu, para ulama mengatakan bahwa penciptaan dan perintah adalah bersumber dari Al-Asmâ` Al-Husnâ Allah Jalla Jalâluhu. Sebagaimana segala yang ada -selain Allah- karena diadakan oleh Allah dan keberadaan selain-Nya adalah ikut kepada beradaan-Nya, dan makhlluk yang dicipta ikut kepada Yang Menciptakannya, maka demikian pula ilmu tentang Allah adalah sumber segala ilmu yang lainnya. Maka berilmu tentang Al-Asmâ` Al-Husnâ adalah sumber ilmu pengetahuan selainnya. Demikian makna keterangan Ibnul Qayyim dalam kitabnya Badâ`i’ul Fawâ`id 1/163
Sepuluh : Rasulullah shollallâhu ‘alaihi wa ‘alâ âlihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah memiliki 99 nama, seratus kecuali satu. Siapa yang menghitungnya maka ia akan masuk sorga.”
Insya Allah akan datang pembahasan berkaitan dengan makna menghitung Al-Asmâ` Al-Husnâ bahwa maknanya bukan hanya sekedar menjumlah dan menghafalkannya, bahkan juga mengetahui makna dan kandungannya. Sehingga tiada jalan bagi siapa yang ingin meraih keutamaan yang tersurat dalam hadits di atas kecuali dengan mempelajari Al-Asmâ` Al-Husnâ sesuai dengan jalan yang benar dan pemahaman lurus.
Sebelas : Ayat-ayat yang menyebutkan nama-nama dan sifat-sifat Allah adalah yang paling agung kedudukannya dalam Al-Qur`ân al-Karîm melebihi yang lainnya [10]. Karena itu, ayat yang paling agung adalah ayat Al-Kursi -yang mengandung sejumlah sifat dan beberapa nama Allah-, sebagaimana yang diterangkan dalam hadits Ubay bin Ka’ab radhiyallâhu ‘anhu, dimana Rasulullah shollallâhu ‘alaihi wa ‘alâ âlihi wa sallam bertanya kepada beliau, (“Wahai Abul Mundzir (Ubay), ayat apa yang paling agung dari kitab Allah yang kamu hafal?” Saya (Ubay) menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui.” Beliau (kembali) bertanya, “Wahai Abul Mundzir, ayat apa yang paling agung dari kitab Allah yang kamu hafal?” Saya menjawab, “Allahu Laa Ilaaha Illaa Huwal Hayyul Qayyum [ayat Al-Kursi].” Maka Nabi shollallâhu ‘alaihi wa ‘alâ âlihi wa sallam memukul dadaku seraya berkata, “Demi Allah, ilmu akan membahagiakanmu wahai Abul Mundzir.”) [11]
Dan demikian pula keberadaan dan keutamaan surah Al-Fatihah yang telah dikenal dan dimaklumi. Diantara Nabi shollallâhu ‘alaihi wa ‘alâ âlihi wa sallam mensifatkan surah Al-Fatihah dalam sabdanya, “(Al-Fâtihah) adalah seagung-agung surah dalam Al-Qur`ân.” [12]
Dan juga keutamaan surah Al-Ikhlash yang mengandung penyebutan nama-nama dan sifat-sifat Allah. Salah satu keutamaannya, adalah tertera dalam sabda Rasulullah shollallâhu ‘alaihi wa ‘alâ âlihi wa sallam, “Demi Yang jiwaku berada di tangan-Nya, sesungguhnya (surah Al-Ikhlash) senilai sepertiga Al-Qur`ân.” [13]. Keterangan di atas menunjukkan keagungan dan kemuliaan mempelajari nama-nama dan sifat-sifat Allah ‘Azza wa Jalla.
Demikian beberapa hal yang menunjukkan pentingnya mempelajari Al-Asmâ` Al-Husnâ dan betapa butuhnya seorang hamba untuk mendalaminya.
Dan perlu kami ingatkan, bahwa pembahasan Al-Asmâ` Al-Husnâ adalah pembahasan yang bersumber dari Al-Qur`ân dan As-Sunnah, bukan bersumber dari akal, perasaan, eksperimen, inspirasi, maupun adat istiadat. Ini adalah kaidah dasar yang harus kami ingatkan dalam tulisan ini, mengingat banyak dari kalangan kaum muslimin yang tertipu dengan kepandaian sebagian orang yang hanya berlari di belakangan dunia atau terkungkung oleh hawa nafsu dan was-was syaithan dengan membawakan kandugan dan manfaat Al-Asmâ` Al-Husnâ yang tidak pernah ditunjukkan oleh tuntunan Al-Qur`ân dan As-Sunnah.
Semoga Allah memudahkan untuk kita semua segala sebab kebaikan dan menjauhkan kita semua dari segala kejelekan. Wallahu Ta’âlâ A’lam.
catatan kaki :
[1] Baca Ahkâm Al-Qur`ân 2/793 –dengan perantara kitab Asmâ`ullahi wa Shifâtuhu karya Al-Asyqar hal 23-
[2] At-Taudhîh wa Al-Bayân li Syajarah Al-Imân hal. 41
[3]Ar-Rahmân dan Ar-Rahîm keduanya berasal kata “rahmat”. Dan ada rincian makna kata rahmat pada nama Ar-Rahmân dan kata rahmat pada nama Ar-Rahîm. Insya Allah akan datang penjelasan tentang makna dan kandungan kedua nama itu.
[4]Ada perbincangan seputar keabasahan penamaan ini. Insya Allah akan datang pembahasannya.
[5]Ada perbincangan seputar keabasahan penamaan ini. Insya Allah akan datang pembahasannya.
[6]Ada perbincangan seputar keabasahan penamaan ini. Insya Allah akan datang pembahasannya.
[7]Petikan dari hadits Abu Hurairah radhiyallâhu ‘anhu riwayat Muslim.
[8]Yang witir mempunyai banyak kandungan maknanya. Insya Allah akan diuraikan dalam pembahasan nama Al-Witr.
[9]‘Idah Ash-Shôbirîn hal 241 dan baca juga Madârij As-Sâlikîn 1/420 dan Miftâh Dâr As-Sa’âdah 1/3.
[10]Baca keterangan Ibnu Taimiyah dalam Da`ut Ta’ârudh bain Al-‘Aql wa An-Naql 5/310-313
[11]Dikeluarkan oleh Imam Muslim no. 810 dan Abu Dâud no. 1460.
[12]Dikeluarkan oleh Imam Al-Bukhâry , Abu Dâud no. 1458, An-Nasâ`i 2/193, dan Ibnu Mâjah no. 3785 dari Abu Sa’îd Al-Mu’allâ radhiyallâhu ‘anhu.
[13] Dikeluarkan oleh Al-Bukhâry, Abu Dâud no. 1461 dan An-Nasâ`i 2/171 dari Abu Sa’îd Al-Khudry radhiyallâhu ‘anhu. Dan dikeluarkan pula oleh Muslim no. 812, At-Tirmidzy no. 2899 dan Ibnu Mâjah no. 3738 dari Abu Hairah radhiyallâhu ‘anhu dan Muslim no. 811dari Abu Dardâ` radhiyallâhu ‘anhu.
sumber : Ust. Dzulqarnain Bin Muhammad Sanusi)
http://an-nashihah.com/index.php?mod=article&cat=asmaulhusna&article=86
Satu : Mempelajari ilmu tentang nama-nama dan sifat-sifat Allah adalah ilmu yang paling mulia dan paling utama, yang paling tinggi kedudukannya dan paling agung derajatnya. Tentunya hal ini sangat dimaklumi. Karena kemulian suatu ilmu pengetahuan tergantung pada jenis pengetahuan yang dipelajari dalam ilmu itu. Sedangkan telah dimaklumi pula bahwa tiada yang lebih mulia dan lebih utama dari pengetahuan tentang nama-nama dan sifat-sifat Allah yang terkandung dalam Al-Qur`ân yang mulia dan Sunnah Nabi shollallâhu ‘alaihi wa ‘alâ âlihi wa sallam.
Berkata Abu Bakr Ibnu Al-‘Araby rahimahullâh, “Kemuliaan sebuah ilmu tergantung apa yang diilmui padanya. Sedang (mengenal Allah) Al-Bârî adalah semulia-mulia pengetahuan. Maka mengilmui tentang nama-nama-Nya adalah ilmu yang paling mulia.” [1]
Maka mempelajari dan mendalami makna Al-Asmâ` Al-Husnâ adalah amalan yang paling utama dan mulia.
Dua : Mengenal Allah dan memahami nama-nama dan sifat-sifat-Nya akan menambah kecintaan hamba kepada Rabbnya, akan membuatnya semakin mengagungkan dan membesarkan-Nya, lebih mengikhlaskan segala harapan dan tawakkal hanya untuk-Nya dan membuat rasa takutnya kapada Allah semakin mendalam. Dan kapan pengetahuan dan pemahaman seorang hamba terhadap nama-nama dan sifat-sifat Rabbnya semakin kuat dan mendalam, maka akan semakin kuat pula tingkat penghambaannya kepada Allah, dan akan semakin tulus sikapnya berserah diri kepada syari’at Allah, serta dia akan semakin tunduk kepada perintah Allah dan semakin jauh meninggalkan larangan-Nya.
Tiga : Mengenal Allah dengan nama-nama dan sifat-sifat-Nya adalah dasar keimanan dan dengan itu pula iman akan semakin bertambah.
Berkata Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Si’dy rahimahullâh, “Sesungguhnya beriman terhadap Al-Asmâ` Al-Husnâ dan mengenalnya mencakup tiga jenis tauhid; tauhid Rubûbiyah, tauhid Ulûhiyah dan tauhid Al-Asmâ` wa Ash-Shifât. Dan tiga jenis tauhid ini adalah perputaran iman dan ruhnya, pokok dan puncaknya. Maka setiap kali pengetahuan hamba terhadap nama-nama dan sifat-sifat Allah semakin bertambah, maka akan bertambah pula keimanannya dan akan semakin kuat keyakinannya.” [2]
Demikian pula sebaliknya, siapa yang kurang pengetahuannya terhadap nama-nama dan sifat-sifat Allah, maka kurang pula keimanannya.
Dan siapa yang mengenal Allah, maka ia akan mengenal segala yang selain Allah. Dan siapa kebalikan dari itu, maka perhatikanlah firman-Nya, “Dan janganlah kalian seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik.” [Al-Hasyr :19]
Cermatilah ayat di atas, tatkala ia lupa terhadap Allah, maka Allah membuatnya lupa kepada dirinya sendiri, lupa terhadap apa-apa yang merupakan kebaikannya dan lupa akan sebab-sebab keberuntungannya di dunia dan akhirat.
Empat : Sesungguhnya Allah Subhânahu wa Ta’âlâ yang mengadakan makhluk yang sebelumnya mereka tidaklah pernah terwujud dan tidak pernah tersebut. Dan Allah ‘Azza wa Jalla memudahkan untuk mereka apa yang di langit dan di bumi, dan memberikan kepada mereka berbagai nikmat yang tidak mungkin bisa dijumlah dan dihitung. Seluruh hal tersebut agar mereka mengenal Allah dan menyembah-Nya. Allah Jalla Sya`nuhu berfirman, “Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah Allah berlaku padanya, agar kalian mengetahui bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah, ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu.” [Ath-Tholâq :12]. Dan Allah Tabâraka wa Ta’âlâ berfirman, “Katakanlah: “Sesungguhnya patutkah kalian kafir kepada Yang menciptakan bumi dalam dua hari dan kalian adakan sekutu-sekutu bagi-Nya? (Yang bersifat) demikian itulah Rabb semesta alam.” Dan Dia menciptakan di bumi itu gunung-gunung yang kokoh di atasnya. Dia memberkahinya dan Dia menentukan padanya kadar makanan-makanan (penghuni) nya dalam empat hari. (Penjelasan itu sebagai jawaban) bagi orang-orang yang bertanya. Kemudian Dia menuju langit dan langit itu masih merupakan asap, lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi: “Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa.” Keduanya menjawab: “Kami datang dengan suka hati”. ” [Fushshilat :9-11].
Dan Allah ‘Azza Dzikruhu menyatakan, “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. Aku tidak menghendaki rezki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi Aku makan. Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rezki Yang Mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh.” [Adz-Dzâriyât :56-57]
Maka usaha seorang hamba mengenal dan mempelajari nama-nama dan sifat-sifat Allah adalah sesuai dengan maksud penciptaannya. Dan meninggalkan hal tersebut dan menelantarkannya tergolong melalaikan maksud penciptaannya. Dan sangatlah tidak layak seorang makhluk yang lemah telah mendapatkan berbagai macan keutamaan dan telah merasakan beraneka ragam karunia dan nikmat Allah kemudian ia jahil terhadap Rabbnya dan berpaling dari mengenal kebesaran, nama-nama dan sifat-sifat-Nya.
Lima : Sesungguhnya Allah Subhânahu wa Ta’âlâ mencintai nama-nama dan sifat-sifat-Nya dan Allah mencintai nampaknya pengaruh nama-nama dan sifat-sifat-Nya pada makhluk. Dan hal ini tentunya bagian dari kesempurnaan Allah dengan nama-nama dan sifat-sifat-Nya.
Diantara nama-nama Allah ‘Azza wa Jalla adalah Ar-Rahmân dan Ar-Rahim [3] yang Maha merahmati makhluk dengan berbagai nikmat. –Sebagai contoh- perhatikan surah Ar-Rahmân yang dari awal surah hingga akhirnya menunjukkan rahmat Allah yang maha luas. Di awal surah, Allah Subhânahu wa Ta’âlâ berfirman, “..(Allah) Yang Maha Merahmati, Yang telah mengajarkan AlQur`ân. Dia menciptakan manusia, Mengajarnya pandai berbicara. Matahari dan bulan (beredar) menurut perhitungan. Dan tumbuh-tumbuhan dan pohon-pohonan kedua-duanya tunduk kepada-Nya. Dan Allah telah meninggikan langit dan Dia meletakkan neraca (keadilan). Supaya kalian jangan melampaui batas tentang neraca itu. Dan tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kalian mengurangi neraca itu. Dan Allah telah meratakan bumi untuk makhluk-(Nya). di bumi itu ada buah-buahan dan pohon kurma yang mempunyai kelopak mayang. Dan biji-bijian yang berkulit dan bunga-bunga yang harum baunya. Maka nikmat Rabb kalian yang manakah yang kalian dustakan?”…[Ar-Rahmân : 1-13]. Dan Allah berfirman, “Maka perhatikanlah bekas-bekas rahmat Allah, bagaimana Allah menghidupkan bumi yang sudah mati. Sesungguhnya (Rabb yang berkuasa seperti) demikian benar-benar (berkuasa) menghidupkan orang-orang yang telah mati. Dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.” [Ar-Rûm :50]
Dan karena rahmat Allah, Allah mencintai hamba-hamba-Nya yang mepunyai sifat merahmati makhluk lainnya sebagaimana yang ditunjukkan dalam nash-nash dalil yang sangat banyak.
Dan Allah Subhânahu wa Ta’âlâ adalah Al-Alîm (Yang Maha mengetahui) dan Allah mencintai orang-orang yang berilmu sebagaimana yang nash-nash dalil yang sangat banyak.
Dan Allah adalah At-Tawwâb (Maha Menerima taubat) dan Allah mencintai orang-orang yang bertaubat, “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.” [Al-Baqarah :222]
Dan demikan seterusnya.
Berkata Ibnul Qayyim rahimahullâh, “Demikianlah keadaan nama-nama Allah yang maha husnâ. Makhluk yang paling Dia cintai adalah siapa yang bersifat dengan konsekwensi dari (Al-Asmâ` Al-Husnâ itu). Dan (makhluk) yang paling Dia benci adalah siapa yang bersifat dengan kebalikan dari (Al-Asmâ` Al-Husnâ itu). Karena itu (Allah) membenci orang yang kafir, zholim, jahil, keras hatinya, bakhil, penakut, hina, dan bejat. Sedang (Allah) Subhânahu adalah Jamîl (Maha indah, elok) cinta kepada keindahan, Alîm cinta terhadap ulama, Rahîm cinta kepada orang yang merahmati, Muhsin (Maha Memberi kebaikan) cinta kepada orang yang berbuat kebaikan, Syakûr (Maha Pembalas Jasa) cinta kepada orang yang bersyukur, Shabûr (Yang Maha Sabar) [4] cinta kepada orang yang bersabar, Jawwâd (Maha Dermawan) [5] cinta kepada orang-orang yang dermawan dan berbuat kebajikan, Sattâr [6]cinta kepada As-Sitr, Qodîr mencela kelemahan -“dan mukmin yang kuat lebih Dia cintai dari mukmin yang lemah”-[7], Afuw (Maha Pemaaf) cinta kepada sifat pemaaf, dan Witr (Yang Maha Satu) cinta kepada yang witir [8]. Setiap yang dicintai oleh Allah maka itu dari pengaruh nama-nama dan sifat-sifat-Nya dan konsekwensinya. Dan setiap yang Dia benci maka itu dari apa yang bertentangan dan berlawanan dengannya.” [9]
Enam : Orang yang benar-benar mengenal Allah ‘Azza wa Jalla akan berdalil dengan sifat-sifat dan perbuatan Allah terhadap apa yang Dia perbuat dan apa yang Dia syari’atkan. Karena seluruh perbuatan Allah adalah keadilan, keutamaan, dan hikmah, yang telah menjadi konsekwensi dari nama-nama dan sifat-sifat-Nya. Maka tidak suatu apapun yang Dia syari’atkan kecuali sesuai dengan konsekwensi tersebut. Sehingga segala yang Allah beritakan adalah suatu yang hak dan benar dan segara perintah dan larangannya adalah keadilan dan hikmat.
Misalnya seorang hamba memperhatikan Al-Qur`ân dan apa yang Allah beritakan kepada makhluk melalui lisan para rasul tentang nama-nama, sifat-sifat dan perbuatan-Nya, dan tentang harus mensucikan dan membesarkan Allah dari segala yang tidak layak. Juga ia memperhatikan bagaimana perbuatan Allah terhadap para wali yang memurnikan ibadah hanya kepada-Nya dan kenikmatan yang mereka peroleh karena itu ataupun ia memperhatikan bagaimana keadaan orang-orang yang menetang-Nya dan kebinasan akibat perbuatan mereka. Dengan hal ini, orang-orang yang memahami nama-nama dan sifat-sifat-Nya akan berdalilkan bahwa Allah adalah satu-satu-Nya Ilah yang berhak diibadahi, “Yang Maha mampu atas segala sesuatu”, “Yang Maha Mengetahui segala sesuatu”, “Yang Keras siksaannya”, “Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”, “Yang Maha Berkuasa lagi Maha Bijaksana”, “Yang Maha melakukan apa yang Dia kehendaki” dan seterusnya dari apa yang menujukkan rahmat, keadilan, keutamaan, dan hikmah Allah Jalla wa ‘Alâ.
Apabila seorang hamba memperhatikan hal di atas, maka tidaklah diragukan bahwa hal tersebut akan menambah keyakinannya, memperkuat imannya, mempersempurna tawakkalnya, dan semakin menambah penyerahan dirinya kepada Allah.
Tujuh : Mengenal Allah dan mempelajari nama-nama dan sifat-sifat-Nya adalah perniagaan yang sangat menguntungkan. Dan dari keuntungannya adalah membuat jiwa tenang, hati menjadi tentram, dada menjadi lapang dan bersinar, keindahan sorga Firdaus pada hari kiamat, melihat kepada wajah Allah Yang Maha Agung lagi Maha Mulia, meraih keridhaan Allah, dan selamat dari kemurkahan dan siksaan-Nya. Dan insya Allah akan lebih nampak lagi keuntungan-keuntungan tersebut pada uraian Al-Asmâ` Al-Husnâ yang akan diterangkan dalam rubrik ini secara bersambung.
Delapan : Berilmu tentang nama-nama dan sifat-sifat Allah adalah penjaga dari ketergelinciran, pembuka pintu amalan sholih, pemacu untuk menyonsong segala ketaatan, penghardik dari dosa dan maksiat, pembersih jiwa dari sikap-sikap tercela, penghibur di masa musibah dan petaka, pengawal menghadapi gangguan syaithan, penyeru kepada akhlak mulia dan fadhilah, dan lain sebagainya dari buah dan manfaat ilmu Al-Asmâ` Al-Husnâ.
Sembilan : Mempelajari nama-nama dan sifat-sifat Allah adalah dasar pokok untuk mengetahui segala ilmu pengetahuan selainnya. Karena yang dipelajari -selain dari ilmu tentang Allah Tabâraka wa Ta’âlâ- terbagi dua :
Satu : Makhluk-makhluk yang diadakan dan diciptakan oleh Allah Ta’âlâ.
Dua : Perintah-perintah yang Allah memerintah makhluk dengannya, baik itu perintah kauny maupun perintah syari’iy.
Sedangkan Allah Subhânahu wa Ta’âlâ telah berfirman, “Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah.” [Al-A’râf :54]
Dan telah dimaklumi bahwa segala ciptaan dan perintah Allah adalah baik dibangun di atas kemaslahatan, rahmat dan kasih sayang untuk segenap makhluk. Dan seluruh hal tersebut adalah pengaruh dari kandungan Al-Asmâ` Al-Husnâ. Karena itu, para ulama mengatakan bahwa penciptaan dan perintah adalah bersumber dari Al-Asmâ` Al-Husnâ Allah Jalla Jalâluhu. Sebagaimana segala yang ada -selain Allah- karena diadakan oleh Allah dan keberadaan selain-Nya adalah ikut kepada beradaan-Nya, dan makhlluk yang dicipta ikut kepada Yang Menciptakannya, maka demikian pula ilmu tentang Allah adalah sumber segala ilmu yang lainnya. Maka berilmu tentang Al-Asmâ` Al-Husnâ adalah sumber ilmu pengetahuan selainnya. Demikian makna keterangan Ibnul Qayyim dalam kitabnya Badâ`i’ul Fawâ`id 1/163
Sepuluh : Rasulullah shollallâhu ‘alaihi wa ‘alâ âlihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah memiliki 99 nama, seratus kecuali satu. Siapa yang menghitungnya maka ia akan masuk sorga.”
Insya Allah akan datang pembahasan berkaitan dengan makna menghitung Al-Asmâ` Al-Husnâ bahwa maknanya bukan hanya sekedar menjumlah dan menghafalkannya, bahkan juga mengetahui makna dan kandungannya. Sehingga tiada jalan bagi siapa yang ingin meraih keutamaan yang tersurat dalam hadits di atas kecuali dengan mempelajari Al-Asmâ` Al-Husnâ sesuai dengan jalan yang benar dan pemahaman lurus.
Sebelas : Ayat-ayat yang menyebutkan nama-nama dan sifat-sifat Allah adalah yang paling agung kedudukannya dalam Al-Qur`ân al-Karîm melebihi yang lainnya [10]. Karena itu, ayat yang paling agung adalah ayat Al-Kursi -yang mengandung sejumlah sifat dan beberapa nama Allah-, sebagaimana yang diterangkan dalam hadits Ubay bin Ka’ab radhiyallâhu ‘anhu, dimana Rasulullah shollallâhu ‘alaihi wa ‘alâ âlihi wa sallam bertanya kepada beliau, (“Wahai Abul Mundzir (Ubay), ayat apa yang paling agung dari kitab Allah yang kamu hafal?” Saya (Ubay) menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui.” Beliau (kembali) bertanya, “Wahai Abul Mundzir, ayat apa yang paling agung dari kitab Allah yang kamu hafal?” Saya menjawab, “Allahu Laa Ilaaha Illaa Huwal Hayyul Qayyum [ayat Al-Kursi].” Maka Nabi shollallâhu ‘alaihi wa ‘alâ âlihi wa sallam memukul dadaku seraya berkata, “Demi Allah, ilmu akan membahagiakanmu wahai Abul Mundzir.”) [11]
Dan demikian pula keberadaan dan keutamaan surah Al-Fatihah yang telah dikenal dan dimaklumi. Diantara Nabi shollallâhu ‘alaihi wa ‘alâ âlihi wa sallam mensifatkan surah Al-Fatihah dalam sabdanya, “(Al-Fâtihah) adalah seagung-agung surah dalam Al-Qur`ân.” [12]
Dan juga keutamaan surah Al-Ikhlash yang mengandung penyebutan nama-nama dan sifat-sifat Allah. Salah satu keutamaannya, adalah tertera dalam sabda Rasulullah shollallâhu ‘alaihi wa ‘alâ âlihi wa sallam, “Demi Yang jiwaku berada di tangan-Nya, sesungguhnya (surah Al-Ikhlash) senilai sepertiga Al-Qur`ân.” [13]. Keterangan di atas menunjukkan keagungan dan kemuliaan mempelajari nama-nama dan sifat-sifat Allah ‘Azza wa Jalla.
Demikian beberapa hal yang menunjukkan pentingnya mempelajari Al-Asmâ` Al-Husnâ dan betapa butuhnya seorang hamba untuk mendalaminya.
Dan perlu kami ingatkan, bahwa pembahasan Al-Asmâ` Al-Husnâ adalah pembahasan yang bersumber dari Al-Qur`ân dan As-Sunnah, bukan bersumber dari akal, perasaan, eksperimen, inspirasi, maupun adat istiadat. Ini adalah kaidah dasar yang harus kami ingatkan dalam tulisan ini, mengingat banyak dari kalangan kaum muslimin yang tertipu dengan kepandaian sebagian orang yang hanya berlari di belakangan dunia atau terkungkung oleh hawa nafsu dan was-was syaithan dengan membawakan kandugan dan manfaat Al-Asmâ` Al-Husnâ yang tidak pernah ditunjukkan oleh tuntunan Al-Qur`ân dan As-Sunnah.
Semoga Allah memudahkan untuk kita semua segala sebab kebaikan dan menjauhkan kita semua dari segala kejelekan. Wallahu Ta’âlâ A’lam.
catatan kaki :
[1] Baca Ahkâm Al-Qur`ân 2/793 –dengan perantara kitab Asmâ`ullahi wa Shifâtuhu karya Al-Asyqar hal 23-
[2] At-Taudhîh wa Al-Bayân li Syajarah Al-Imân hal. 41
[3]Ar-Rahmân dan Ar-Rahîm keduanya berasal kata “rahmat”. Dan ada rincian makna kata rahmat pada nama Ar-Rahmân dan kata rahmat pada nama Ar-Rahîm. Insya Allah akan datang penjelasan tentang makna dan kandungan kedua nama itu.
[4]Ada perbincangan seputar keabasahan penamaan ini. Insya Allah akan datang pembahasannya.
[5]Ada perbincangan seputar keabasahan penamaan ini. Insya Allah akan datang pembahasannya.
[6]Ada perbincangan seputar keabasahan penamaan ini. Insya Allah akan datang pembahasannya.
[7]Petikan dari hadits Abu Hurairah radhiyallâhu ‘anhu riwayat Muslim.
[8]Yang witir mempunyai banyak kandungan maknanya. Insya Allah akan diuraikan dalam pembahasan nama Al-Witr.
[9]‘Idah Ash-Shôbirîn hal 241 dan baca juga Madârij As-Sâlikîn 1/420 dan Miftâh Dâr As-Sa’âdah 1/3.
[10]Baca keterangan Ibnu Taimiyah dalam Da`ut Ta’ârudh bain Al-‘Aql wa An-Naql 5/310-313
[11]Dikeluarkan oleh Imam Muslim no. 810 dan Abu Dâud no. 1460.
[12]Dikeluarkan oleh Imam Al-Bukhâry , Abu Dâud no. 1458, An-Nasâ`i 2/193, dan Ibnu Mâjah no. 3785 dari Abu Sa’îd Al-Mu’allâ radhiyallâhu ‘anhu.
[13] Dikeluarkan oleh Al-Bukhâry, Abu Dâud no. 1461 dan An-Nasâ`i 2/171 dari Abu Sa’îd Al-Khudry radhiyallâhu ‘anhu. Dan dikeluarkan pula oleh Muslim no. 812, At-Tirmidzy no. 2899 dan Ibnu Mâjah no. 3738 dari Abu Hairah radhiyallâhu ‘anhu dan Muslim no. 811dari Abu Dardâ` radhiyallâhu ‘anhu.
sumber : Ust. Dzulqarnain Bin Muhammad Sanusi)
http://an-nashihah.com/index.php?mod=article&cat=asmaulhusna&article=86
No comments:
Post a Comment