Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah,
rabb semesta alam. Shalawat dan salam terlimpah dan tercurah kepada
manusia pilihan, Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam, keluarga dan para sahabatnya.
Lailatul Qadar adalah malam yang agung.
Malam penuh kemuliaan. Ibadah di dalamnya lebih baik daripada ibadah
selama seribu bulan. Siapa yang mendapatkan kemuliaannya sungguh ia
manusia beruntung dan dirahmati. Sebaliknya, siapa yang luput dari
kebaikan di dalamnya, sungguh ia termasuk manusia buntung dan merugi.
Kemuliaan Lailatul Qadar yang penuh
keberkahan dapat dilihat dari pilihan Allah terhadapnya untuk menurunkan
kitab terbaik-Nya dan syariat agama-Nya yang paling mulia. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,
إِنَّا
أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ
الْقَدْرِ لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ تَنَزَّلُ
الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ
سَلَامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ
"Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Qur'an) pada malam kemuliaan. Dan
tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik
dari seribu bulan.Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat
Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu
(penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar." (QS. Al-Qadar: 1-5)
Sesungguhnya Lailatul Qadar tidak
seperti malam-malam selainnya. Pahala amal shalih di dalamnya sangat
besar. Maka siapa yang diharamkan mendapatkan pahalanya, sungguh ia
tidak mendapatkan kebaikan malam itu. Oleh karenanya, sudah sewajarnya
seorang muslim menghidupkan malam tersebut dengan bersungguh-sungguh
melakukan ibadah dan ketaatan kepada Allah secara maksimal. Dan
menghidupkannya harus didasarkan kepada iman dan berharap pahala kepada
Allah Subhanahu wa Ta'ala. Disebutkan dalam hadits shahih:
مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
"Barangsiapa yang menunaikan shalat
malam di bulan Ramadan imanan wa ihtisaban (dengan keimanan dan
mengharap pahala), diampuni dosa-dosanya yang telah lalu." (HR. Bukhari dan Muslim)
Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam telah menjelaskan tentang waktu turunnya Lailatul Qadar tersebut. Beliau bersabda,
تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ
"Carilah Lailatul Qadar pada sepuluh hari terakhir dari Ramadhan." (Muttafaq 'alaih)
Lalu beliau menjelaskan lebih rinci lagi tentang waktunya dalam sabdanya,
تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِي الْوِتْرِ مِنْ الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ
"Carilah Lailatul Qadar pada malam ganjil di sepuluh hari terakhir dari Ramadhan." (HR. Al-Bukhari)
Yaitu malam-malam ganjil dari bulan
Ramadhan secara hakiki. Yakni malam 21, 23, 25, 27, dan 29. Lalu
sebagian ulama merajihkan (menguatkan), Lailatul Qadar berpiindah-pindah
dari dari satu malam ke malam ganjil lainnya pada setiap tahunnya.
Lailatul Qadar tidak melulu pada satu malam tertentu pada setiap
tahunnya.
Imam al-Nawawi rahimahullah berkata:
"Ini adalah yang zahir dan terpilih karena bertentangan hadits-hadits
shahih dalam masalah itu. tidak ada jalan untuk menjama' (mengompromikan) di antara dalil-dalil tersebut kecuali dengan intiqal (berpindah-pindah)-nya."
Syaikh Abu Malik Kamal dalam Shahih
Fiqih Sunnah memberikan catatan terhadap pendapat-pendapat tentang
Lailatul Qadar di atas, "Yang jelas, menurutku, Lailatul Qadar terdapat
pada malam-malam ganjil di sepuluh malam terakhir dan berpindah-pindah
di malam-malam tersebut. Ia tidak khusus hanya pada malam ke 27 saja.
Adapun yang disebutkan oleh Ubay, Lailatul Qadar jatuh pada malam ke 27,
ini terjadi dalam suatu tahun dan bukan berarti terjadi pada semua
tahun. Buktinya, Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam pernah mendapatinya pada malam ke 21, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits Abu Sa'id Radhiyallahu 'Anhu, Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam berkhutbah kepada mereka seraya mengatakan:
إِنِّي
أُرِيتُ لَيْلَةَ الْقَدْرِ وَإِنِّي نَسِيتُهَا أَوْ أُنْسِيتُهَا
فَالْتَمِسُوهَا فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ مِنْ كُلِّ وِتْرٍ وَإِنِّي
أُرِيتُ أَنِّي أَسْجُدُ فِي مَاءٍ وَطِينٍ
"Sungguh aku telah diperlihatkan
Lailatul Qadar, kemudian terlupakan olehku. Oleh sebab itu, carilah
Lailatul Qadar pada sepuluh hari terakhir pada setiap malam ganjilnya.
Pada saat itu aku merasa bersujud di air dan lumpur."
Abu Sa'id berkata: "Hujan turun pada malam ke 21, hingga air mengalir menerpa tempat shalat Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam. Seusai shalat aku melihat wajah beliau basah terkena lumpur. (HR. Al- Bukhari dan Muslim)
Demikian kumpulan hadits yang
menyinggung tentang masalah Lailatul Qadar. Wallahu A'lam." (Selesai
ulasan dari Shahih Fiqih Sunnah: III/202-203)
Syaikh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfuri dalam Ithaf al-Kiram
(Ta'liq atas Bulughul Maram) hal 197, mengatakan, "Pendapat yang paling
rajih dan paling kuat dalilnya adalah ia berada pada malam ganjil di
sepuluh hari terakhir. Ia bisa berpindah-pindah, terkadang di malam ke
21, terkadang pada malam ke 23, terkadang pada malam ke 25, terkadang
pada malam ke 27, dan terkadang pada malam ke 29. Adapun penetapan
terhadap beberapa malam secara pasti, sebagaimana yang terdapat dalam
hadits ini (hadits Mu'awiyah bin Abi Sufyan), ia di malam ke 27, dan
sebagaimana dalam beberapa hadits lain, ia berada di malam 21 dan 23,
maka itu pada tahun tertentu, tidak pada setiap tahun. Tetapi perkiraan
orang yang meyakininya itu berlaku selamanya, maka itu pendapat mereka
sesuai dengan perkiraan mereka. Dan terjadi perbedaan pendapat yang
banyak dalam penetapannya."
Tanda-tanda Lailatul Qadar
Disebutkan juga oleh Syaikh Ibnu
'Utsaimin rahimahullah bahwa Lailatul Qadar memiliki beberapa
tanda-tanda yang mengiringinya dan tanda-tanda yang datang kemudian.
Tanda-tanda yang megiringi Lailatul Qadar:
- Kuatnya cahaya dan sinar pada malam itu, tanda ini ketika hadir tidak dirasakan kecuali oleh orang yang berada di daratan dan jauh dari cahaya.
- Thama'ninah (tenang), maksudnya ketenangan hati dan lapangnya dada seorang mukmin. Dia mendapatkan ketenanangan dan ketentraman serta lega dada pada malam itu lebih banyak dari yang didapatkannya pada malam-malam selainnya.
- Angin bertiup tenang, maksudnya tidak bertiup kencang dan gemuruh, bahkan udara pada malam itu terasa sejuk.
- Terkadang manusia bisa bermimpi melihat Allah pada malam itu sebagaimana yang dialami sebagian sahabat radliyallah 'anhum.
- Orang yang shalat mendapatkan kenikmatan yang lebih dalam shalatnya dibandingkan malam-malam selainnya.
Tanda-tanda yang mengikutinya:
Matahari akan terbit pada pagi harinya
tidak membuat silau, sinarnya bersih tidak seperti hari-hari biasa. Hal
itu ditunjukkan oleh hadits Ubai bin Ka'b radliyallah 'anhu dia berkata: Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam mengabarkan kepada kami: "Matahari terbit pada hari itu tidak membuat silau." (HR. Muslim)
Penutup
Siapa yang merindukan Lailatul Qadar
hendaknya ia bersungguh-sungguh dalam sisa hari Ramadhan ini, khususnya
di sepuluh hari terakhirnya. Semoga satu dari sepuluh malam terakhir
yang kita hidupkan tersebut salah satunya adalah Lailatul Qadar.
Sehingga kita mendapatkan pahala dan ganjaran yang besar. Selain itu,
ini kesungguhan ini adalah bentuk iqtida' (mengikuti dna mencontoh) Nabi
al-musthafa Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam. kita juga
memperbanyak doa dan pengharapan kepada-Nya untuk kebaikan diri kita,
keluarga, dan kaum muslimin secara keseluruhan. Amiin!
Cahaya Menuju Surga
wedhakencana.blogspot.com
Sumber:
Oleh: Badrul Tamam [PurWD/voa-islam.com]http://www.voa-islam.com/islamia/tsaqofah/2012/08/10/20198/tanda-malam-itu-lailatul-qadar/
No comments:
Post a Comment