Saudara-saudariku..
Marilah kita senantiasa bertakwa kepada Allah dengan senantiasa menjaga lisan kita untuk tidak mengucapkan perkataan yang tidak diridhai-Nya. Ingatlah, bagi setiap manusia telah ditugaskan dua malaikat yang berada di sebelah kanan dan kirinya. Salah satunya akan mencatat dan menulis setiap kebaikan yang dilakukannya. Adapun yang satunya akan mencatat setiap perbuatan jeleknya.
Allah berfirman: “(Yaitu) ketika dua malaikat mencatat amal perbuatannya, salah satunya duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri. Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” (Qaf: 17—18)
Berdasarkan ayat ini, setiap perkataan, baik yang diucapkan dengan keras
maupun lirih, begitu pula setiap perbuatan, baik yang dilakukan di
hadapan orang maupun sembunyi-sembunyi akan ditulis dan dimintai
pertanggungjawabannya serta akan diperlihatkan di akhirat nanti kepada
para pelakunya. Allah berfirman: “Dan Kami keluarkan baginya pada hari kiamat sebuah kitab yang
dijumpainya terbuka. Bacalah kitabmu, cukuplah dirimu sendiri pada waktu
ini sebagai penghisab terhadapmu.” (al-Isra’: 13-14)
Setiap muslim tentu mengimani hal tersebut. Namun, kenyataannya banyak di antara kita yang kurang berhati-hati menjaga lisan sehingga terjatuh pada ketergelinciran. Betapa banyak orang-orang yang menyibukkan dirinya dengan pembicaraan yang sesungguhnya tidak ada kepentingan bagi dirinya. Yang dilakukan hanyalah semata-mata mencampuri urusan orang lain, tidak meringankan atau membantu, apalagi menyelesaikan masalah. Justru pembicaraannya bisa menyebabkan semakin keruh keadaan.
Hal ini
tentunya termasuk ketergelinciran lisan dan menyelisihi sabda Nabi:
مِنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لاَ يَعْنِيْهِ “Termasuk baiknya Islam seseorang adalah ia meninggalkan apa yang tidak
ada urusannya dengan dirinya.” (HR. at-Tirmidzi dan disahihkan oleh
asy-Syaikh al-Albani)
Termasuk kesalahan lisan yang sering dilakukan oleh seseorang adalah larut dalam pembicaraan yang tidak benar, seperti pembicaraan yang berisi kemaksiatan atau pembicaraan yang belum jelas kebenarannya. Akibatnya, perkataan yang berupa kemaksiatan atau kejelekan yang dilakukan oleh sebagian kaum muslimin menjadi bahan pembicaraan yang tersebar di mana-mana.
Tentu saja hal ini akan menyenangkan dan menguntungkan orang-orang yang menyukai kemaksiatan, orang-orang munafik, dan musuh-musuh Islam. Allah l telah mengancam orang-orang yang suka menyebarkan kejelekan sebagian kaum muslimin dalam firman-Nya:
“Sesungguhnya orang-orang yang senang agar (berita tentang saudaranya) yang berbuat kemaksiatan itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka adzab yang pedih di dunia dan di akhirat, dan Allah mengetahui sedangkan kamu tidak mengetahui.” (an-Nur: 19)
Terkadang ada orang yang berprasangka tidak baik terhadap saudaranya,
padahal baru sebatas dugaan yang sangat lemah. Namun, dia
terburu-terburu menyampaikan kepada yang lainnya sehingga tanpa disadari
dia telah menyakiti saudaranya dengan perbuatannya tersebut. Maka dari
itu, dikhawatirkan perbuatan tersebut memasukkan dirinya dalam hadits
Nabi:
وَإِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ سَخَطِ اللهِ لاَ يُلْقِي لَهَا بَالاً يَهْوِي بِهَا فِي جَهَنَّمَ “Sungguh seorang hamba berbicara dengan satu kalimat yang menyebabkan
kemurkaan Allah dalam keadaan dia tidak peduli dengan ucapan tersebut
sehingga menyebabkan dia dilemparkan ke dalam api neraka.” (HR.
al-Bukhari)
Oleh karena itu, yang semestinya dilakukan oleh seorang muslim ketika
mendapatkan saudaranya seiman berbuat kemaksiatan adalah mengingatkan
dan menasihatinya. Adapun menjadikan ketergelinciran atau kesalahan
saudaranya sebagai bahan pembicaraan semata ketika berkumpul dengan
orang, hal tersebut adalah perbuatan yang tercela. Ingatlah sabda Nabi
kita:
يَا مَعْشَرَ مَنْ قَدْ أَسْلَمَ بِلِسَانِهِ وَلَمْ يُفْضِ الْإِيمَانُ
إِلَى قَلْبِهِ، لاَ تُؤْذُوا الْمُسْلِمِينَ وَلاَ تُعَيِّرُوهُمْ وَلاَ
تَتَّبِعُوا عَوْرَاتِهِمْ، فَإِنَّهُ مَنْ تَتَبَّعَ عَوْرَةَ أَخِيهِ
الْمُسْلِمِ تَتَبَّعَ اللهُ عَوْرَتَهُ، وَمَنْ تَتَبَّعَ اللهُ
عَوْرَتَهُ يَفْضَحْهُ وَلَوْ فِى جَوْفِ رَحْلِهِ “Wahai orang-orang yang telah menyatakan Islam dengan lisan namun iman
belum masuk ke dalam hatinya, janganlah kalian menyakiti kaum muslimin
dan menjelek-jelekkan mereka serta jangan pula mencari-cari
kejelekannya. Karena barang siapa mencari-cari kejelekan saudaranya,
Allah akan mencari kejelekannya pula. Dan barang siapa yang Allah
mencari kejelekannya, pasti akan terbongkar kejelekannya meskipun dia
melakukannya sembunyi-sembuyi di dalam rumahnya.” (HR. at-Tirmidzi dan
disahihkan asy-Syaikh al-Albani)
Maka dari itu, marilah kita memikirkan apa yang akan kita ucapkan.
Tidakkah kita takut, apabila di akhirat kelak ditanya: Bukankah engkau
telah mengatakan demikian dan demikian? Atas dasar apa engkau
mengatakannya dan dari mana engkau mendapatkannya? Sementara urusannya
belum jelas bagi kita. Sungguh, bisa jadi apa yang kita sampaikan adalah
berita yang dusta atau tidak benar semuanya. Betapa banyak kejadian
yang disebabkan ketidakhati-hatian dalam menerima dan menyampaikan
berita sehingga menimbulkan permusuhan di antara kaum muslimin.
Termasuk kesalahan lisan adalah mengucapkan kata-kata yang berbentuk
cercaan, celaan, dan cacian. Oleh karena itu, sungguh sangat disayangkan
ada orang yang bermudah-mudahan dan terbiasa mengucapkan kata-kata
laknat dan cercaan, baik kepada orang lain maupun kepada kendaraan yang
dinaikinya atau yang semisalnya. Padahal Nabi bersabda:
وَلَعْنُ الْمُؤْمِنِ كَقَتْلِهِ “Melaknat seorang mukmin seperti membunuhnya.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Dahulu ada seorang wanita yang melaknat kendaraan untanya. Kemudian Nabi bersabda:
خُذُوا مَا عَلَيْهَا وَدَعُوهَا فَإِنَّهَا مَلْعُونَةٌ “Ambillah barang yang ada di atas (unta tersebut) dan biarkan dia sendirian karena dia adalah kendaraan yang sudah dilaknat.” (HR. Muslim)
Sebagian orang, ketika ada permasalahan dengan saudaranya, begitu mudahnya mengeluarkan kata-kata yang tidak sepantasnya diucapkan kepada saudaranya seiman. Dirinya yang lemah tidak menyadari bahwa dengan ucapan tersebut justru dia telah berbuat zalim kepada dirinya sendiri dan telah memikul dosa yang berat.
Di antara kesalahan lisan adalah memperolok-olok dan merendahkan
manusia. Baik dengan ucapan, seperti mengejek orang atau
menertawakannya; dengan isyarat dan perbuatan, seperti mengejek dengan
mencibir; atau dengan pandangan matanya. Allah berfirman: “Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela.” (al-Humazah: 1)
Akhirnya, marilah kita berupaya untuk menjaga lisan-lisan kita dan
membasahinya dengan zikir serta ucapan yang baik. Mudah-mudahan Allah
senantiasa memberikan hidayah-Nya kepada kita semua.
Ketahuilah bahwa kesalahan lisan akan menjatuhkan pelakunya kepada kebinasaan. Nabi bersabda:
وَهَلْ يَكُبُّ النَّاسَ فِى النَّارِ عَلَى وُجُوهِهِمْ أَوْ عَلَى مَنَاخِرِهِمْ إِلاَّ حَصَائِدُ أَلْسِنَتِهِمْ؟ “Bukankah yang menyebabkan manusia diseret ke neraka tertelungkup di
atas wajah-wajah mereka adalah akibat perkataan yang keluar dari
lisan-lisan mereka?” (HR. at-Tirmidzi dan disahihkan asy-Syaikh
al-Albani)
Oleh karena itu, seseorang harus senantiasa berhati-hati dalam
berbicara. Apalagi di antara kesalahan lisan ada yang berupa kekafiran
dan bisa menyebabkan pelakunya keluar dari agamanya. Seperti ucapan yang
memperolok-olok Allah, kitab-Nya, agama, dan Rasul-Nya. Bahkan, ada
ucapan yang barangkali seseorang mengucapkannya dalam rangka amar ma’ruf
nahi mungkar namun karena tidak memikirkan akibat ucapannya, dia
menghinakan orang lain dan tidak beradab kepada Allah. Hasilnya, bukan
rahmat Allah yang dia dapatkan. Justru Allah menggugurkan seluruh
amalannya. Nas’alullah as-salamah (Kita meminta keselamatan kepada
Allah).
Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan
oleh sahabat Jundab z bahwa Rasulullah n bersabda:
أَنَّ رَجُلاً قَالَ: وَاللهِ، لاَ يَغْفِرُ اللهُ لِفُلاَنٍ؛ وَإِنَّ
اللهَ تَعَالَى قَالَ: مَنْ ذَا الَّذِى يَتَأَلَّى عَلَيََّ أَنْ لاَ
أَغْفِرَ لِفُلاَنٍ فَإِنِّي قَدْ غَفَرْتُ لِفُلاَنٍ وَأَحْبَطْتُ
عَمَلَكَ Ada seseorang yang mengatakan, “Demi Allah, Allah tidak akan mengampuni
kesalahan orang itu.” Allah pun berkata: “Siapa yang bersumpah
mendahului Aku dan menyatakan bahwa Aku tidak akan mengampuni dosa orang
itu? Sungguh Aku telah mengampuni-Nya, dan sungguh Aku telah
menggugurkan amalanmu.” (HR. Muslim)
Demikianlah beberapa jenis kesalahan lisan serta akibatnya. Masih ada
beberapa jenis lainnya, seperti ghibah, namimah (adu domba), berdusta,
berlebihan dalam bercanda, dan sebagainya. Semua ini harus ditinggalkan,
karena kesalahan-kesalahan lisan tersebut sering kurang diperhatikan.
Padahal, di antara kesalahan lisan ada yang berupa dosa besar, bahkan
berupa syirik dan pembatal Islam. Hal ini semua menunjukkan pentingnya
menjaga lisan dan berfikir sebelum berbicara agar tidak terjatuh pada
kesalahan-kesalahan. Semoga mulai sekarang kita bisa menjaga ucapan-ucapan dengan baik.
Cahaya Menuju Surga
wedhakencana.blogspot.com
Sumber:
http://asysyariah.com/kewajiban-menjaga-lisan.html
No comments:
Post a Comment