Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: “Maka celakalah bagi mereka yang keras qalbunya dari berdzikir kepada Allah. Mereka berada dalam kesesatan yang nyata.” (Az-Zumar: 22)
Tidaklah Allah memberikan hukuman yang lebih besar kepada seorang
hamba selain dari kerasnya qalbu dan jauhnya dari Allah subhanahu wa
ta’ala. An-Naar (neraka) adalah diciptakan untuk melunakkan qalbu yang
keras. Qalbu yang paling jauh dari Allah adalah qalbu yang keras, dan
jika qalbu sudah keras mata pun terasa gersang.
Qalbu yang keras
ditimbulkan oleh empat hal yang dilakukan melebihi kebutuhan: makan,
tidur, bicara, dan pergaulan.
Sebagaimana jasmani jika dalam keadaan sakit tidak akan bermanfaat
baginya makanan dan minuman, demikian pula qalbu jika terjangkiti
penyakit-penyakit hawa nafsu dan keinginan-keinginan jiwa, maka tidak
akan mempan padanya nasehat.
Barangsiapa hendak mensucikan qalbunya maka ia harus mengutamakan Allah dibanding keinginan dan nafsu jiwanya.
Karena qalbu yang tergantung dengan hawa nafsu akan tertutup dari
Allah subhanahu wa ta’ala, sekadar tergantungnya jiwa dengan hawa
nafsunya.
Banyak orang menyibukkan qalbu dengan gemerlapnya dunia. Seandainya
mereka sibukkan dengan mengingat Allah subhanahu wa ta’ala dan negeri
akhirat tentu qalbunya akan berkelana mengarungi makna-makna Kalamullah
dan ayat-ayat-Nya yang nampak ini, dan ia pun akan menuai hikmah-hikmah
yang langka dan faedah-faedah yang indah. Jika qalbu disuapi dengan
berdzikir dan disirami dengan berfikir serta dibersihkan dari kerusakan,
ia pasti akan melihat keajaiban dan diilhami hikmah.
Tidak setiap orang yang berhias dengan ilmu dan hikmah serta
memeganginya akan masuk dalam golongannya. Kecuali jika mereka
menghidupkan qalbu dan mematikan hawa nafsunya. Adapun mereka yang membunuh qalbunya dengan menghidupkan hawa nafsunya, maka tak akan muncul hikmah dari lisannya.
Rapuhnya qalbu adalah karena lalai dan merasa aman, sedang makmurnya
qalbu karena takut kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan dzikir. Maka
jika sebuah qalbu merasa zuhud dari hidangan-hidangan dunia, dia akan
duduk menghadap hidangan-hidangan akhirat. Sebaliknya jika ia ridha
dengan hidangan-hidangan dunia, ia akan terlewatkan dari hidangan
akhirat.
Kerinduan bertemu Allah subhanahu wa ta’ala adalah angin semilir yang
menerpa qalbu, membuatnya sejuk dengan menjauhi gemerlapnya dunia.
Siapapun yang menempatkan qalbunya disisi Rabb-nya, ia akan merasa
tenang dan tentram. Dan siapapun yang melepaskan qalbunya di antara
manusia, ia akan semakin gundah gulana.
Ingatlah! Kecintaan terhadap Allah tidaklah akan masuk ke dalam qalbu
yang mencintai dunia kecuali seperti masuknya unta ke lubang jarum
(sesuatu yang sangat mustahil).
Jika Allah subhanahu wa ta’ala cinta kepada seorang hamba, maka Allah
subhanahu wa ta’ala akan memilih dia untuk diri-Nya sebagai tempat
pemberian nikmat-nikmat-Nya, dan Ia akan memilihnya di antara
hamba-hamba-Nya, sehingga hamba itu pun akan menyibukkan harapannya
hanya kepada Allah.
Lisannya senantiasa basah dengan berdzikir
kepada-Nya, anggota badannya selalu dipakai untuk berkhidmat kepada-Nya. Qalbu bisa sakit sebagaimana sakitnya jasmani, dan kesembuhannya
adalah dengan bertaubat. Qalbu pun bisa berkarat sebagaimana cermin, dan
cemerlangnya adalah dengan berdzikir. Qalbu bisa pula telanjang
sebagaimana badan, dan pakaian keindahannya adalah taqwa.
Qalbu pun bisa
lapar dan dahaga sebagaimana badan, maka makanan dan minumannya adalah
mengenal Allah subhanahu wa ta’ala, cinta, tawakkal, bertaubat dan
berkhidmat untuk-Nya.
wedhakencana.blogspot.com
(diterjemahkan dan diringkas dari kitab Al-Fawaid karya Ibnul Qayyim rahimahullah hal 111-112)
oleh : Al-Ustadz Qomar Suaidi, Lc
No comments:
Post a Comment