Monday, May 20, 2013

Perjalanan Ini Belum Berakhir

Suatu ketika Rasul yang mulia memegang pundak Abdullah bin ‘Umar seraya beliau berpesan dengan pesannya yang agung: “Jadilah engkau di dunia ini seakan-akan orang asing atau orang yang sekedar melewati jalan (musafir).”Mendapat titah yang mulia seperti ini, Abdullah bin ‘Umar pun menasehatkan saudaranya seagama: “Apabila engkau berada di sore hari, maka janganlah engkau menanti datangnya pagi. Sebaliknya bila engkau berada di pagi hari, janganlah engkau menanti datangnya sore. Ambillah (manfaatkanlah) waktu sehatmu sebelum engkau terbaring sakit, dan gunakanlah masa hidupmu untuk beramal sebelum datang kematianmu.”

Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhari dalam Shahih-nya (no. 6416) dari guru besar beliau ‘Ali ibnul Madini dari Muhammad bin ‘Abdurrahman dari Al-A’masy dari Mujahid dari Ibnu ‘Umar dari Nabi.

 

Kedudukan  Hadits
Hadits ini merupakan landasan pokok untuk membatasi angan-angan terhadap kehidupan dunia. Sehingga tidak pantas bagi seorang mukmin untuk menjadikan dunia ini sebagai negeri dan tempat tinggalnya yang abadi, yang dengannya ia merasa tenang. Justru sebaliknya, ia harus memposisikan diri terhadap kehidupan dunia ini sebagai seorang yang berjalan (musafir) yang dia hanya sekedar mempersiapkan perbekalannya guna melanjutkan perjalanan. (Jami‘ul ‘Ulum, 2/377)
Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqalani berkata: “Hadits ini merupakan asas yang menekankan kepada seorang hamba untuk mengosongkan hatinya terhadap dunia, zuhud terhadapnya, menghinakannya, merendahkannya, dan qana`ah (merasa cukup) dari dunia dengan bekal yang sekedarnya dalam menjalani hidupnya.” (Fathul Bari, 11/238)
Hadits ini juga merupakan kehidupan bagi hati para hamba karena bila diamalkan kandungannya, akan menjauhkan hati dari tipuan dunia baik dengan masa mudanya, kesehatannya, umurnya, atau dengan apa yang ada di sekelilingnya. (kaset Durus Al-Arba‘in, Asy-Syaikh Shalih Alusy Syaikh)

 

Hakikat Dunia dan Gemerlapnya
Allah dalam banyak ayat dari kitab-Nya yang mulia menyebutkan permisalan dunia yang semuanya menunjukkan bahwa dunia itu nilainya sangat rendah dan hina, sementara kehidupan dan kesenangannya hanya bersifat fana. Allah Yang Maha Suci berfirman:  “Ketahuilah oleh kalian, kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan sesuatu yang melalaikan, perhiasan dan tempat kalian bermegah-megah dan berbangga-bangga akan banyaknya harta dan anak. Permisalannya seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani, kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya menguning kemudian hancur. Dan di akhirat kelak ada adzab yang pedih dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” (Al-Hadid: 20)
 

Dalam ayat lain, Allah berfirman:  “Dan berikanlah kepada mereka permisalan tentang kehidupan dunia, yaitu seperti air yang Kami turunkan dari langit. Maka karenanya menjadi subur tumbuhan-tumbuhan di muka bumi. Kemudian tumbuh-tumbuhan itu menjadi kering diterbangkan oleh angin. Dan adalah Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (Al Kahfi: 45)

“Wahai sekalian manusia, sesungguhnya janji Allah itu benar. Maka sekali-kali janganlah kehidupan dunia itu memperdaya kalian dan janganlah sekali-kali orang yang pandai menipu memperdayakan kalian tentang Allah.” (Fathir: 5)
Ibnu Katsir berkata: “Dunia adalah perhiasan yang akan binasa dan merupakan tipuan bagi orang yang cenderung padanya. Dia tertipu dengan dunia dan menjadi terlena karenanya, sehingga meyakini bahwa dunia adalah negeri yang tidak ada negeri selainnya dan kehidupan yang tidak ada lagi kehidupan setelahnya. Padahal dunia ini sangat rendah dan hina, teramat kecil bila dibandingkan dengan kehidupan akhirat.” (Tafsir Ibnu Katsir, 4/335)


Demikianlah hakikat dunia, ia adalah permainan, sesuatu yang melalaikan diri dan hati. Ini terlihat pada orang-orang yang menghamba dunia yang cenderung menghabiskan umurnya dengan segala hal yang melalaikan hati dan melupakan dari berdzikir kepada Allah, lalai akan janji dan ancaman-Nya. Malah, mereka menjadikan agama sebagai ajang olok-olokan dan gurauan. Berbeda keadaannya dengan orang-orang yang hidup hatinya dengan dzikir kepada Allah, mengenal dan mencintai-Nya, sehingga mereka pun memburu akhirat sebagai negeri yang kekal nan abadi. (Taisir Al-Karimirir Rahman, hal. 840-841).  Shahabat yang mulia, Jabir mengabarkan bahwa Rasulullah r pernah lewat di sebuah pasar sedangkan manusia mengelilingi beliau. Lalu beliau melewati bangkai anak kambing yang cacat telinganya. Beliau mengambilnya dan memegang telinganya, seraya bersabda: “Siapa di antara kalian yang mau memiliki anak kambing ini dengan harga satu dirham?” Para shahabat menjawab: “Kami tidak mau anak kambing itu menjadi milik kami walau dengan harga sedikit, lagi pula apa yang dapat kami perbuat dengan bangkai ini?” Kemudian beliau berkata lagi: “Apakah kalian suka anak kambing ini menjadi milik kalian?”. Mereka menjawab: “Demi Allah, seandainya pun anak kambing ini hidup maka dia cacat telinganya, apalagi dia dalam keadaan mati?” Mendengar pernyataan mereka, Rasulullah  bersabda:
  “Demi Allah, sungguh dunia ini lebih rendah dan hina bagi Allah daripada bangkai anak kambing ini bagi kalian (dalam penilaian kalian).” (HR. Muslim no. 2957). Bila hakikat dunia adalah sebagaimana digambarkan oleh Al Qur’an dan As Sunnah di atas, lalu masih tersisakah cinta yang berlebihan kepadanya?

 

Dunia itu Fana
Dunia dengan sifat yang telah disebutkan adalah fana, demikian yang Allah sebutkan dalam banyak ayat Al Qur’an, di antaranya:  “Setiap yang ada di atas bumi ini fana (tidak kekal).” (Ar-Rahman: 26)
Allah berfirman menghikayatkan ucapan seseorang yang beriman dari kalangan keluarga Fir‘aun:
  “Wahai kaumku, kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan sementara, dan sesungguhnya negeri akhirat itulah negeri yang kekal.” (Ghafir: 39)
Di sisi lain, kematian adalah suatu kepastian, dan setiap yang hidup pasti akan mengalaminya.
  “Setiap jiwa pasti akan merasakan kematian.” (Ali Imran: 185)
Dengan demikian perpisahan dengan dunia adalah suatu kemestian, lalu apa yang sepantasnya dilakukan seorang hamba dengan sepenggal kisah hidupnya di dunia yang fana ini? Pikirkan dan renungkanlah wahai saudaraku!

 

Wallahu ta’ala a’lamu bish-shawab.

 

Cahaya Menuju Surga
wedhakencana.blogspot.com


Sumber:  
http://asysyariah.com/perjalanan-ini-belum-berakhir.html


No comments:

Post a Comment

Kemerdekaan Menurut Islam

Salah satu hak setiap bangsa, golongan, masyarakat atau pribadi yaitu hak mendapatkan kemerdekaan lahir batin. Lalu, ba...