Jannah (surga) adalah kenikmatan luar biasa yang belum pernah dilihat
mata, belum pernah terdengar oleh telinga, dan belum pernah ter bersit
dalam kalbu manusia. Dalam sebagian riwayat hadits qudsi di atas,
setelah Rasulullah shalallahu alaihi wassalam meriwayatkan firman Allah
Subhanahu wa ta’ala, beliau bersabda, “Jika kalian mau, bacalah firman
Allah Subhanahu wa ta’ala:
“Seorang pun tidak mengetahui apa yang
disembunyikan untuk mereka, yaitu (bermacam-macam nikmat) yang
menyedapkan pandangan mata sebagai balasan atas apa yang telah mereka
kerjakan.” (as-Sajdah: 17)
Dari Abu Hurairah radiyallahu anhu, Rasulullah shalallahu alaihi wassalam bersabda,
“Allah Subhanahu wata’ala berfirman,
‘Aku telah menyediakan bagi hamba-hamba-Ku yang saleh kenikmatan yang
belum pernah mata melihatnya, belum pernah telinga mendengarnya, dan
belum pernah pula terbetik dalam kalbu manusia’.”Takhrij Hadits Abu Hurairah
Hadits qudsi yang agung ini diriwayatkan al-Bukhari dalam ash-Shahih
no. 3244 dan 4779, Muslim dalam ash-Shahih no. 2824, al-Humaidi dalam
al-Musnad no. 1133, at-Tirmidzi dalam as-Sunan no. 3197, Abu Ya’la
al-Mushili dalam al-Musnad no. 6276, dan Ibnu Hibban dalam ash-Shahih
no. 369. Semua meriwayatkan hadits ini dari jalan Abu Zinad, dari
al-A’raj, dari Abu Hurairah z.
Abdullah bin al-Mubarak t meriwayatkan hadits ini dalam az-Zuhd no.
273. Melalui jalan Ibnul Mubarak inilah, al-Bukhari mengeluarkannya
dalam ash-Shahih no. 7498, dari Ma’mar.
Hadits yang serupa diriwayatkan pula dari sahabat Abu Sa’id al-Khudri
z dalam Hilyatul Auliya (2/262), dan sahabat Sahl bin Sa’d as-Sa’idi z
dalam Musnad al-Imam Ahmad (5/334).
Jannah (Surga) Telah Ada
Ahlus Sunnah wal Jamaah meyakini bahwa al-jannah (surga) dan an-naar
(neraka) adalah dua makhluk Allah Subhanahu wa ta’ala yang telah
diciptakan. Artinya, saat ini keduanya telah ada. Berbeda halnya dengan
golongan Mu’tazilah yang mengatakan bahwa keduanya belum diciptakan oleh
Allah Subhanahu wa ta’ala.
Ahlus Sunnah wal Jamaah juga meyakini bahwa al-jannah dan an-naar
kekal selama-lamanya. Berbeda halnya dengan golongan al-Jahmiyah yang
mengatakan bahwa al-jannah dan an-naar tidak kekal.
Hadits qudsi yang sedang kita bahas adalah salah satu dalil Ahlus
Sunnah wal Jamaah bahwa al-jannah telah diciptakan oleh Allah Subhanahu
wa ta’ala dan sudah ada saat ini. Perhatikan hadits qudsi di atas, Allah
Subhanahu wa ta’ala berfirman:
“Aku telah menyediakan bagi hamba-hamba-Ku yang saleh.”
Kata (….) dalam bahasa Arab adalah fi’il madhi (kata kerja lampau)
yang menunjukkan telah berlalunya satu pekerjaan. Dengan demikian,
artinya adalah “Aku telah menyediakan.” Yakni, al-jannah telah
disediakan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala, telah diciptakan oleh-Nya.
Oleh karena itu, al-Imam al-Bukhari t memberi satu judul bab bagi hadits
ini, Bab “Ma ja’a fi Shifatil Jannah wa an-Naha Makhluqah (bab tentang
sifat al-jannah dan bahwa ia telah diciptakan oleh Allah Subhanahu wa
ta’ala)”.
Dalil yang lain tentang keberadaan al-jannah dan an-naar sebagai dua
makhluk yang telah diciptakan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala adalah
sabda Rasulullah shalallahu alaihi wassalam tentang keutamaan bulan
Ramadhan. Beliau shalallahu alaihi wassalam bersabda:
“Apabila bulan Ramadhan datang, pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup, dan setan-setan dibelenggu.” (Muttafaqun ‘alaihi dari hadits Abu Hurairah z)Ketika Rasulullah shalallahu alaihi wassalam melakukan perjalanan Isra’ dan Mi’raj, beliau melihat al-jannah dan an-naar. Perjalanan agung tersebut adalah perjalanan jasad dan ruh, bukan mimpi. Hadits-hadits tentang Isra’ juga dalil yang sangat kokoh tentang keberadaan kedua makhluk Allah Subhanahu wa ta’ala ini. Beliau bersabda, “Lalu aku dimasukkan ke dalam al-jannah, ternyata di dalamnya ada kubah-kubah dari mutiara dan ternyata tanahnya adalah misik.”
(Menjawab Keyakinan Bid’ah Mutazilah) Dengan
akalnya yang berpenyakit, golongan Mu’tazilah berkata, “Keduanya belum
diciptakan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala. Jika keduanya sudah
diciptakan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala berarti Dia telah melakukan
perbuatan yang sia-sia. Bukankah manusia saat ini masih di alam dunia?
Bukankah hari kebangkitan belum datang? Untuk apa keduanya diciptakan
padahal manusia masih di dunia dan belum memakainya?”
Ucapan Mu’tazilah ini tidak ada sedikit pun nilainya di hadapan
timbangan syariat. Cukuplah dalil-dalil yang sahih sebagai bantahan atas
kebatilan ucapan mereka. Dalil tentang keberadaan jannah adalah dalil
mutawatir yang tidak bisa dimungkiri. Demikian pula, Ahlus Sunnah telah
bersepakat di atas keyakinan tersebut.
Bahkan, telah sahih bahwa arwah orang yang beriman berada di jannah.
Ini menunjukkan bahwa jannah tidak diciptakan oleh Allah Subhanahu wa
ta’ala dengan sia-sia sebagaimana ucapan Mu’tazilah yang tidak beradab.
Al-Imam Ibnu Majah t meriwayatkan bahwa Rasulullah shalallahu alaihi
wassalam bersabda:
“Sesungguhnya ruh seorang mukmin
terbang—makan dan mendapatkan nikmat—di pohon jannah, sampai Allah
Subhanahu wa ta’ala mengembalikan kepada jasadnya nanti di hari
kebangkitan.”1
Al-Jannah, Kenikmatan yang Belum Pernah Tebersit dalam Hati
Jannah adalah kenikmatan luar biasa yang belum pernah dilihat mata,
belum pernah terdengar oleh telinga, dan belum pernah tebersit dalam
kalbu manusia. Dalam sebagian riwayat hadits qudsi di atas, setelah
Rasulullah shalallahu alaihi wassalam meriwayatkan firman Allah
Subhanahu wa ta’ala, beliau bersabda, “Jika kalian mau, bacalah firman
Allah Subhanahu wa ta’ala:
“Seorang pun tidak mengetahui apa yang
disembunyikan untuk mereka, yaitu (bermacam-macam nikmat) yang
menyedapkan pandangan mata sebagai balasan atas apa yang telah mereka
kerjakan.” (as-Sajdah: 17)
Lalu Beliau shalallahu alaihi wassalam bersabda:
“Dan di dalam jannah ada sebuah pohon
yang jika seorang penunggang kuda mengelilingi pohon selama seratus
tahun, belum selesai mengelilinginya. Bacalah firman Allah jika kalian
mau (yang maknanya), ‘dan naungan yang terbentang luas’ (al-Waqi’ah: 30).”“Dan tempat cemeti di jannah lebih baik daripada dunia seisinya. Bacalah jika kalian mau firman Allah (yang maknanya), ‘… Barang siapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdaya’.” (Ali Imran: 185) (HR. at-Tirmidzi kitab “Tafsir al-Waqiah” no. 3292. Beliau berkata, “Hadits hasan sahih.”)
Perjalanan Menuju Jannah
Sadar atau tidak, seluruh anak Adam sedang melangkah menuju hari-hari
abadi. Perjalanan itu berakhir di jannah Allah Subhanahu wa ta’ala atau
neraka-Nya, wal ‘iyadzubillah. Cukuplah kiranya hadits qudsi di atas
mendorong seorang mukmin berlomba mendapatkan jannah Allah Subhanahu wa
ta’ala. Negeri yang sangat indah, kampung halaman yang sangat memesona
dan penuh kebahagiaan.
Di antara perjalanan yang akan dilalui, akan datang suatu masa ketika
manusia menyaksikan Jahannam. Akan datang pula masa ketika shirath
(jembatan) akan dipancangkan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala di atas
neraka Jahannam. Shirath itu harus dilalui sebelum Allah Subhanahu wa
ta’ala mengizinkan hamba-Nya memasuki al-jannah. Allah Subhanahu wa
ta’ala berfirman:
“Dan tidak ada seorang pun dari kalian,
melainkan mendatangi neraka itu. Hal itu bagi Rabbmu adalah suatu
kemestian yang sudah ditetapkan.” (Maryam: 71)
Setelah jembatan—yang sangat mencekam, lebih tajam dari pedang dan
lebih lembut dari rambut—itu dilalui, dengan penuh kebahagiaan kaum
mukminin memuji Allah Subhanahu wa ta’ala seraya berseru:
“Segala puji bagi Allah yang telah
menyelamatkan kami darimu (Jahannam) setelah Dia perlihatkan engkau
kepada kami. Sungguh Allah telah mengaruniai kami nikmat yang tidak Dia
berikan kepada seorang pun.”2
Betapa indah saat itu, saat seseorang diselamatkan dari Jahannam.
Kemudian mereka berkumpul di qantharah, yaitu tempat di antara al-jannah
dan an-naar. Di sana, berlangsunglah qishash di antara kaum mukminin
sehingga hati-hati ahlul jannah bersih dan tidak tersisa sedikit pun
dendam dan dengki.
“Dan Kami cabut segala macam dendam yang berada di dalam dada mereka….” (al-A’raf: 43)
Saat memasuki jannah semakin dekat, namun delapan pintu jannah masih
saja tertutup. Kaum mukminin berbondong-bondong menuju Adam alaihi salam
dan meminta agar beliau memohon dibukakan pintu jannah. Nabi
Adam alaihi salam hanya menjawab, “Bukankah aku ini yang menyebabkan
kalian keluar dari jannah? Pergilah kepada anakku Ibrahim!”
Manusia pun datang kepada Khalilullah, Ibrahim alaihi salam. Namun,
beliau pun menolaknya. Mereka lalu mendatangi Musa alaihi salam,
kemudian Isa alaihi salam, hingga manusia datang kepada sayyidul
mursalin, Muhammad shalallahu alaihi wasalam.3
Allahu Akbar. Untuk kesekian kalinya, Allah Subhanahu wa ta’ala
menampakkan kemuliaan Nabi-Nya di hadapan hamba-hamba-Nya. Beliau
shalallahu alaihi wassalam lalu memohon agar pintu jannah dibuka.
Syafaat Beliau shalallahu alaihi wassalam pun diterima. Rasulullah
shalallahu alaihi wassalam bersabda,
Aku mendatangi pintu jannah di hari
kiamat dan meminta pintu dibuka. Penjaga jannah berkata, “Siapa engkau?”
Jawabku, “Aku Muhammad.” Ia berkata, “Untukmu aku diperintah untuk
tidak membukakan bagi seorang pun sebelummu.”4
Dibukalah delapan pintu jannah. Kaki-kaki kaum mukminin pun melangkah
ke dalamnya, meraih kenikmatan yang abadi dan keberuntungan yang nyata.
“… Dan barang siapa dijauhkan dari
neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung.
Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdaya.” (Ali Imran: 185)
Rombongan demi rombongan, sesuai kedudukan mereka di sisi Allah
Subhanahu wa ta’ala, memasuki negeri keabadian. Dengan sangat terhormat
mereka disambut malaikat-malaikat Allah Subhanahu wa ta’ala dengan
salam. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:
“Dan orang-orang yang bertakwa kepada
Rabbnya dibawa ke dalam surga berombong-rombongan (pula). Sehingga
apabila mereka sampai ke surga itu sedang pintu-pintunya telah terbuka
dan berkatalah kepada mereka penjaga-penjaganya, ‘Kesejahteraan
(dilimpahkan) atasmu, berbahagialah kamu! Maka masukilah surga ini,
sedang kamu kekal di dalamnya’.” (az-Zumar: 73)
Rasulullah shalallahu alaihi wassalam bersabda:
“Sesungguhnya, rombongan pertama yang
masuk jannah seperti bulan di malam purnama. Rombongan berikutnya
bercahaya seperti bintang-bintang gemerlap laksana mutiara di langit.
Mereka tidak buang air kecil, tidak buang air besar, tidak meludah, dan
tidak pula membuang ingus. Sisir-sisir mereka dari emas. Keringat mereka
adalah misik. Pengasapan mereka adalah al-aluwwah (kayu gaharu).
Istri-istri mereka adalah al-hurul ‘in (bidadari-bidadari bermata jeli)
dengan perawakan yang serupa, sama dengan bapak mereka Adam, setinggi
enam puluh hasta.”5
Masuklah kaum mukminin ke dalam jannah Allah Subhanahu wa ta’ala,
negeri kenikmatan yang difirmankan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala dalam
hadits qudsi:
“Telah Aku sediakan bagi hamba-hamba-Ku
yang saleh kenikmatan yang belum pernah mata melihatnya, belum pula
telinga pernah mendengarnya, dan belum pernah terbetik dalam kalbu
manusia.”
Kenikmatan al-Jannah
Kenikmatan jannah adalah perkara gaib. Jalan untuk mengetahui
sifatnya hanyalah berita-berita langit: ayat-ayat al-Qur’an dan
hadits-hadits Rasul n.
Hidangan pertama ahlul jannah adalah hati ikan. Kemudian
disembelihkan sapi jannah untuk mereka. Mereka minum dari mata air
salsabil. Rasulullah shalallahu alaihi wassalam bersabda:
“Adapun hidangan pertama yang dimakan ahlul jannah adalah bagian terlezat dari hati ikan.”6
Seorang Yahudi mendatangi Rasulullah shalallahu alaihi wassalam dan
mengajukan beberapa pertanyaan yang tidak mungkin ada yang bisa
menjawabnya selain seorang nabi. Ia berkata:
“Suguhan apakah yang diberikan kepada
penduduk jannah ketika memasukinya?” Beliau menjawab, “Bagian terlezat
dari hati ikan.” Si Yahudi bertanya lagi, “Hidangan apakah yang
diberikan setelahnya?” Rasul menjawab, “Disembelihkan untuk mereka sapi
jannah yang mencari makan di tepi-tepi jannah.” Si Yahudi berkata,
“Apakah minuman mereka?” “Dari mata air bernama Salsabil.” (HR. Muslim dari Tsauban z maula
Rasulullah shalallahu alaihi wassalam)
Penduduk jannah makan dan minum tanpa harus kencing dan buang air
besar. Hanyalah sendawa dan keringat yang lebih harum dari misik.
Rasulullah shalallahu alaihi wassalam bersabda:
“Mereka tidak buang air kecil, tidak
buang air besar, tidak meludah, dan tidak pula membuang ingus.
Sisir-sisir mereka dari emas. Keringat mereka adalah misik. Pengasapan
mereka adalah al-aluwwah (kayu gaharu). Istri-istri mereka adalah
al-hurul ‘in (bidadari-bidadari bermata jeli), dengan perawakan yang
serupa, sama dengan bapak mereka Adam, setinggi enam puluh hasta.”7
Bejana-bejana yang mereka gunakan terbuat dari emas dan perak. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:
“Diedarkan kepada mereka piring-piring
dari emas dan piala-piala, serta di dalam surga itu terdapat segala apa
yang diingini oleh hati dan sedap (dipandang) mata dan kamu kekal di
dalamnya.” (az-Zukhruf: 71)“Dan diedarkan kepada mereka bejana-bejana dari perak dan piala-piala yang bening laksana kaca.” (al-Insan: 15)
Jannah memiliki sungai-sungai yang sangat indah.
“… Di dalamnya ada sungai-sungai dari
air yang tiada berubah rasa dan baunya, sungai-sungai dari air susu yang
tiada berubah rasanya, sungai-sungai dari khamr (arak) yang lezat
rasanya bagi peminumnya, dan sungai-sungai dari madu yang disaring; dan
mereka memperoleh di dalamnya segala macam buah-buahan dan ampunan dari
Rabb mereka….” (Muhammad: 15)
Jannah memiliki istana-istana dan kerajaan-kerajaan besar. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:
“Dan apabila kamu melihat di sana (surga), niscaya kamu akan melihat berbagai macam kenikmatan dan kerajaan yang besar.” (al-Insan: 20)
Rasulullah shalallahu alaihi wassalam bersabda:
“Saat aku tidur, aku melihat diriku di
dalam jannah. Aku melihat seorang wanita berwudhu di samping sebuah
istana.” Aku pun bertanya, “Milik siapakah istana ini?” Mereka menjawab,
“Milik Umar.” Segera aku teringat kecemburuan Umar dan aku pun
meninggalkan istana itu. Umar menangis dan berkata, “Wahai Rasulullah,
bagaimana mungkin aku cemburu kepadamu?”8
Di sana ada pula kubah-kubah dan tenda-tenda yang menjulang.
“Sungguh bagi seorang mukmin di jannah
tenda dari lu’lu’ (mutiara) yang berongga. Panjangnya enam puluh mil. Di
dalamnya ada keluarga (istri-istri) yang ia berkeliling pada mereka
tanpa mereka saling melihat.”9
Nikmat yang Kekal
Semua kenikmatan ahlul jannah yang diberikan oleh Allah Subhanahu wa
ta’ala kepada hamba-hamba-Nya yang saleh adalah nikmat yang tidak pernah
putus, kekal.
Demikianlah Allah Subhanahu wa ta’ala mengabarkan dalam al-Qur’an.
Demikian pula Rasulullah shalallahu alaihi wassalam menyabdakan dalam
haditsnya yang mulia.
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman
dan mengerjakan amal saleh, mereka itu adalah sebaik-baik makhluk.
Balasan mereka di sisi Rabb mereka ialah surga Adn yang mengalir di
bawahnya sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah
ridha terhadap mereka dan mereka pun ridha kepada-Nya. Yang demikian itu
adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Rabbnya.” (al-Bayyinah: 7—8)
Dalam hadits yang sahih, Rasulullah shalallahu alaihi wassalam bersabda:
Akan diserukan bagi penduduk lamanya. Bagi kalian kehidupan, maka
kalian tidak akan mati selama-lamanya. Bagi kalian umur yang muda, maka
kalian tidak akan menjadi tua selama-lamanya. Bagi kalian kenikmatan,
maka tidak akan ada kesusahan selama-lamanya. Itulah firman Allah
Subhanahu wa ta’ala, ‘… Dan diserukan kepada mereka, [Itulah surga yang diwariskan kepadamu, disebabkan apa yang dahulu kamu kerjakan]’. (al-A’raf: 43)”
Wahai jiwa, jalan menuju jannah telah dijelaskan oleh kekasih Allah
Subhanahu wa ta’ala(Rasulullah shalallahu alaihi wassalam). Pintu-pintu
jannah hanya akan dibuka bagi mereka yang mentauhidkan Allah Subhanahu
wa ta’ala dan menjauhkan diri dari kesyirikan. Bersemangatlah, mintalah
pertolongan kepada Allah Subhanahu wa ta’ala dan janganlah engkau malas!
Dunia adalah negeri asing. Negerimu sesungguhnya adalah al-jannah. Abdullah bin Umar c berkata:
Rasulullah shalallahu alaihi wassalam memegang kedua pundakku dan berkata, “Jadilah
engkau di dunia seakan-akan orang asing atau seseorang yang sekadar
lewat.” Ibnu Umar c mengatakan, “Jika engkau memasuki waktu sore,
janganlah menunggu waktu pagi. Jika engkau memasuki waktu pagi,
janganlah engkau menunggu waktu sore. Ambillah keadaan sehatmu sebelum
keadaan sakitmu dan hidupmu sebelum engkau mati.” (HR. al-Bukhari)
Wallahu a’lam.
Catatan Kaki:
1 HR. Ibnu Hibban (10/513) no. 4657 dan Ibnu Majah dalam as-Sunan, Kitab “az-Zuhd” no. 4271, dinyatakan sahih oleh al-Albani.
2 Potongan hadits panjang yang diriwayatkan oleh al-Hakim dalam
al-Mustadrak (2/408) no. 3424 dan dinyatakan sahih oleh al-Albani dalam
takhrij beliau terhadap al-Aqidah ath-Thahawiyah hlm. 469.
3 Lihat Shahih Muslim (1/187) no. 195.
4 HR. Muslim no. 196 dari Anas bin Malik z.
5 HR. al-Bukhari (no. 3327), Muslim (8/146), dan Ibnu Majah (no.
4333), dari hadits Abu Hurairah z. Lihat takhrij hadits ini dalam
Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah (7/3/1472) no. 3519.
6 HR. al-Bukhari “Kitab Fadhail”, hadits Anas z tentang kisah Islamnya Abdullah bin Salam z (7/272 no. 3938, Fathul Bari).
7 HR. al-Bukhari (no. 3327), Muslim (8/146), dan Ibnu Majah (no.
4333), dari hadits Abu Hurairah z. Lihat takhrij hadits ini dalam
Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah (7/3/1472) no. 3519.
8 HR. al-Bukhari, Kitab “Fadhail ash-Shahabah”, bab “Manaqib Umar bin al-Khaththab z” dari Abu Hurairah z.
9 HR. Muslim, Bab “Sifat Tenda Jannah” no. 5070.
Sumber :
Surga Kenikmatan Abadi yang Telah Ada (ditulis oleh:
Al-Ustadz Abu Ismail Muhammad Rijal, Lc.), Majalah AsySyariah Edisi 073
No comments:
Post a Comment